Jumat, 24 Desember 2010

SATU KELUARGA BERBEDA AGAMA, APAKAN AKAN BERTEMU DI SURGA.??

Sebelum manusia
berpindah ke alam
akhirat mereka akan
menempuh satu alam
dinamakan alam barzakh
dan di sana mereka akan
menjawab soalan
ditujukan malaikat
kepada mereka. Di sinilah
penentu kejayaan di alam
akhirat nanti sama ada
manusia itu akan masuk
ke syurga atau neraka.
Persoalan kubur
termasuk dalam pokok
keimanan terhadap alam
ghaib seperti mana kita
wajib percaya akan
adanya syurga, neraka,
malaikat dan hari kiamat.
Dalam al-Quran dan hadis
Rasulullah SAW yang
sahih banyak diterangkan
perkara di atas yang
menuntut setiap orang
meyakini adanya alam
selepas kehidupan
duniawi.
Ia dikenali dengan
perkara ‘sam’iyat’ iaitu
perkara yang hanya
diketahui melalui
perkhabaran, tidak dapat
dilihat oleh mata dan
tidak terfikir akal.
Beriman kepada alam
ghaib adalah ciri orang
beriman.
Allah berfirman yang
bermaksud: “Kitab al-
Quran ini, tidak ada
sebarang syak padanya
(mengenai datangnya
dari Allah dan tentang
sempurnanya), ia pula
menjadi petunjuk bagi
orang yang beriman
kepada perkara ghaib
dan mendirikan solat
serta membelanjakan
sebahagian daripada
rezeki yang kami berikan
kepada mereka.”
Walaupun ada
sesetengah agama
mempercayai adanya
kebangkitan selepas
kematian di alam roh
tetapi mereka
menyeleweng daripada
konsep dipegang Islam.
Sebahagian lagi terus
kufur dan menolak
kerana mereka
berdasarkan logik serta
akal fikiran semata-mata,
menganggap bahawa
hidup hanya di atas dunia
ini saja.
Hadis Abi Said
mengatakan, Nabi SAW
bersabda yang
bermaksud: “Kubur itu
adalah salah satu lubang
neraka, atau salah satu
taman syurga. ”
Adapun arwah orang
yang beriman akan
sentiasa dalam rahmat
dan peliharaan Allah
tidak kira di mana
mereka berada.
Bagaimanakah seseorang
itu akan menghadapi
persoalan kubur?
Adapun roh orang yang
beriman dijelaskan Allah
dalam firman yang
bermaksud:
“Setelah menerangkan
akibat orang yang tidak
menghiraukan akhirat,
Tuhan menyatakan
bahawa orang beriman
dan beramal salih akan
disambut dengan kata-
kata: Wahai orang yang
mempunyai jiwa yang
sentiasa tenang tetap
dengan kepercayaan dan
bawaan baiknya,
kembalilah kepada
Tuhanmu dengan
keadaan engkau berpuas
hati (dengan segala
nikmat yang diberikan),
lagi diredai (di sisi
Tuhanmu). Serta
masuklah dalam
kumpulan hamba-Ku yang
berbahagia, dan
masuklah ke dalam
syurga-Ku. ” – (Surah al-
Fajar, ayat 27-30)
Kemudian apabila
seseorang hamba Allah
meninggal dunia, selepas
dikebumikan dan
ditinggalkan kuburnya
lalu datanglah dua
malaikat iaitu Mungkar
dan Nakir yang
ditugaskan untuk
menyoalnya.
Jika ia beriman dan
beramal salih, maka
diberikan taufik oleh
Allah menjawab
persoalan dengan mudah.
Kemudian dibuka baginya
pintu syurga dan
diperlihatkan syurga ke
atasnya dan
berbahagialah dia
sehingga hari kiamat.
Namun jika orang itu
kafir atau munafik,
mereka akan menjawab
tidak tahu. Lalu akan
menerima seksaan kubur
yang dahsyat. Suara
teriak mereka dapat
didengar oleh makhluk
lain kecuali manusia dan
jin.
Menurut Syeikh Abdullah
Al-Fattani dalam bukunya
Kasful Qhummah, roh
Nabi, syuhada, muttaqin,
salihin akan diangkat
oleh malaikat ke langit
selepas selesai tanya
jawab dengan malaikat
Mungkar dan Nakir.
Kemudian di angkat ke
langit kedua, ketiga,
keempat dan seterusnya
ketujuh hingga ke
Sidratul Muntaha dan di
bawa ke Arasy Tuhan. Di
sinilah mereka akan
ditempatkan dan hidup
dengan senang serta
bahagia sehingga tiba
hari kiamat.
Persoalan kubur tidak
terkecuali bagi setiap
orang yang meninggal
dunia sama ada mereka
mati di bumi, laut atau
angkasa. Mengenai
gambaran azab dan seksa
kubur itu dalam pelbagai
cara seperti dijelaskan
ulama.
Bagaimanapun kita tidak
banyak mengetahui
rahsia alam roh
melainkan apa yang
diceritakan al-Quran dan
hadis kerana ia adalah
urusan Allah. Apabila
seseorang berpindah ke
alam baqa, bermakna
terputuslah segala
hubungan dan amalannya
di dunia ini melainkan
sedekah jariah, ilmu
bermanfaat, anak soleh
dan juga doa daripada
kaum kerabatnya di
dunia ini.
Riwayat daripada Ad-
Dailami ada menyebut
yang bermaksud: “Orang
yang mati dalam
kuburnya adalah seperti
orang sedang tenggelam
yang meminta
pertolongan. Ia
menunggu sampai
kepadanya (rahmat)
sesuatu doa daripada
anaknya, atau
saudaranya ataupun
sahabat handainya.
Apabila (rahmat) doa itu
sampai kepadanya, maka
tidaklah terkira
sukacitanya dan
dirasainya ‘rahmat doa
itu’ lebih berharga
daripada dunia dan
segala isinya. Sebenarnya
hadiah orang yang hidup
kepada orang mati ialah
doa dan istighfar. ”
09 Oktober jam 2:33 · Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Dari Anas bin Malik
bahwa Rasulullah SAW
bersabda, ”Sesungguhnya
seorang hamba ketika
diletakkan di kuburnya
dan ditinggalkan oleh
teman-temannya, maka
dia masih mendengar
suara sandal mereka.
Imam Bukhari
menambahkan,”Sedangkan
orang munafik dan kafir
diserukan kepada
mereka, ”
Ternyata Al-Qur’an
mengisyaratkan bahwa di
surga, manusia yang jadi
penghuninya mempunyai
pasangan dan hal
tersebut tidak selalu
diartikan sebagai
pasangan suami istri, dan
yang dikatakan sebagai
‘ bidadari’ itu ternyata
tidak hanya terbatas
pada pengertian
pasangan wanita saja.
Persoalan ini tidaklah
aneh dalam sejarah
penafsiran Al-Qur ’an,
karena sebagai firman
Allah, kemampuan kita
untuk menafsirkannya
sangat terbatas. Ketika
Allah menyampaikan
hanya satu kata firman-
Nya, kelihatan tidak
cukup jutaan buku yang
dibuat manusia untuk
menjelaskan maknanya,
Allah menyatakan :
[18:109] Katakanlah:
Sekiranya lautan menjadi
tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan
itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami
datangkan tambahan
sebanyak itu (pula )”.
[31:27] Dan seandainya
pohon-pohon di bumi
menjadi pena dan laut
(menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya
tujuh laut (lagi) sesudah
(kering)nya, niscaya tidak
akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Maka ketika manusia
berusaha menjelaskan
kalimat-kalimat Allah,
apalagi yang terkait
dengan sesuatu yang
masih ghaib, tidak akan
habis-habisnya manusia
memberikan
penafsirannya, hebatnya
seluruh penafsiran
tersebut seolah-olah
‘ tenggelam’ dalam
kalimat-kalimat Allah
tersebut.
Disisi lain, Al-Qur ’an juga
bisa berfungsi sebagai
cermin bagi manusia,
memantulkan apa yang
ada dalam diri kita ketika
berhadapan dengannya.
Pada mulanya Al-Qur ’an
diturunkan pada bangsa
Arab dan para penafsir
awal adalah kaum laki-
laki dari bangsa tersebut,
maka mereka yang
memang terkenal punya
karakter ‘manusia gurun
yang perkasa’ terutama
terkait dengan wanita,
ayat tersebut
‘ memantulkan’ karakter
tersebut sehingga muncul
penafsiran yang
‘ berpihak’ kepada kaum
lelaki yang
menggambarkan wanita
cantik, putih bersih,
setia, tunduk, dan inilah
penafsiran yang muncul
bertahun-tahun sehingga
membentuk ‘stereotip’
tentang surga yang
dipenuhi bidadari. Tentu
saja ini tidaklah salah
karena seperti yang saya
katakan sebelumnya,
penafsiran ini seolah-olah
‘tenggelam’ didalamnya
dan artinya tetap bisa
diterima . Namun
bagaimana kalau yang
berhadapan dengan ayat
tersebut adalah seorang
wanita..?? kita juga
‘mempersilahkan’ wanita
tersebut ‘berkhayal’
bahwa di surga nanti dia
akan menemui pasangan,
bisa seorang suami, bisa
juga suaminya yang di
dunia, bisa juga wanita
lain sebagai sahabat
‘sejiwa’, pasangan yang
tidak akan mengkhianati
dan yang selalu
mendampingi, tidak
seperti pasangannya di
dunia, bisa pacar, suami,
sahabat yang dipastikan
pernah berkhianat.
Kalaupun kita
bertanya : ”Lalu apa
maksudnya Allah sengaja
menyampaikan ‘sesuatu’
di surga yang akan
menjadi pasangan
manusia penghuninya..??,
apa pentingnya hal
tersebut.. ??”. Kita
mengetahui bahwa
manusia adalah makhluk
sosial karena tidak
bakalan bisa hidup
sendiri. Kelihatannya di
surga nanti nalurinya
sebagai makhluk sosial
tidak akan berubah.
Maka ketika manusia
bersosialisasi di surga
nanti dia akan
berhadapan dan
berinteraksi dengan
makhluk-makhluk lain.
Dengan menyampaikan
adanya ‘huurin ‘iin’ ini,
maka Allah – yang sangat
mengerti tentang
manusia – tidak hanya
menyiapkan, makanan
dan minuman dan tempat
tinggal yang indah, tapi
juga menyiapkan
‘ masyarakat’ tempat
para penghuninya
bersosialisasi dan
berinteraksi.
Ternyata ‘bidadari’ di
surga tidak harus
perempuan, dan
hubungan kita dengannya
tidak harus berupa
hubungan seksual. Apa
yang kita tafsirkan dari
penjelasan Al-Qur’an
tentang itu merupakan
‘ pantulan’ dari obsesi kita
sendiri, Allah
menyampaikan :
[43:71] Diedarkan kepada
mereka piring-piring dari
emas, dan piala-piala dan
di dalam surga itu
terdapat segala apa yang
diingini oleh hati dan
sedap (dipandang) mata
dan kamu kekal di
dalamnya ”.
09 Oktober jam 2:48 · Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam kalau dialam kubur,
memikirkan dirinya saja
sulit apalagi memikirkan
hal-hal yang dialami
didunia, di syurga
penghuni syurga saling
bersilaturahmi. jadi bisa
ketemu dengan ahli surga
lainnya. wallohu'alam

Selasa, 21 Desember 2010

APA HUKUM TAWASSUL.??

Memang banyak
pemahaman saudara-
saudara kita muslimin
yang perlu diluruskan
tentang tawassul,
tawassul adalah berdoa
kepada Allah dengan
perantara amal shalih,
orang shalih, malaikat,
atau orang-orang
mukmin. Tawassul
merupakan hal yang
sunnah, dan tak pernah
ditentang oleh Rasul saw,
tak pula oleh Ijma
Sahabat
radhiyallahuanhum, tak
pula oleh Tabiin, dan
bahkan para Ulama dan
Imam-Imam besar
Muhadditsin, mereka
berdoa tanpa perantara
atau dengan perantara,
dan tak ada yang
menentangnya, apalagi
mengharamkannya, atau
bahkan memusyrikkan
orang yang
mengamalkannya.
Pengingkaran hanya
muncul pada abad ke
19-20 ini, dengan
munculnya sekte sesat
yang memusyrikkan
orang-orang yang
bertawassul, padahal
Tawassul adalah sunnah
Rasul saw, sebagaimana
hadits shahih di bawah
ini : Wahai Allah, Demi
orang-orang yang berdoa
kepada Mu, demi orang-
orang yang bersemangat
menuju (keridhoan)Mu,
dan Demi langkah-
langkahku ini kepada
(keridhoan)Mu, maka aku
tak keluar dengan niat
berbuat jahat, dan tidak
pula berniat membuat
kerusuhan, tak pula
keluarku ini karena riya
atau sumah....... hingga
akhir hadits. (HR Imam
Ahmad, Imam Ibn
Khuzaimah, Imam Abu
Naiem, Imam Baihaqy,
Imam Thabrani, Imam Ibn
Sunni, Imam Ibn Majah
dengan sanad Shahih).
Hadits ini kemudian
hingga kini digunakan
oleh seluruh muslimin
untuk doa menuju masjid
dan doa safar. Tujuh
Imam Muhaddits
meriwayatkan hadits ini,
bahwa Rasul saw berdoa
dengan Tawassul kepada
orang-orang yang berdoa
kepada Allah, lalu kepada
orang-orang yang
bersemangat kepada
keridhoan Allah, dan
barulah bertawassul
kepada Amal shalih
beliau saw (demi
langkah2ku ini kepada
keridhoanMu).
Siapakah Muhaddits?,
Muhaddits adalah
seorang ahli hadits yang
sudah hafal 10.000
(sepuluh ribu) hadits
beserta hukum sanad dan
hukum matannya, betapa
jenius dan briliannya
mereka ini dan betapa
Luasnya pemahaman
mereka tentang hadist
Rasul saw, sedangkan
satu hadits pendek, bisa
menjadi dua halaman bila
disertai hukum sanad dan
hukum matannya. Lalu
hadits di atas
diriwayatkan oleh tujuh
Muhaddits, apakah
kiranya kita masih
memilih pendapat
madzhab sesat yang baru
muncul di abad ke 20 ini,
dengan ucapan orang-
orang yang dianggap
muhaddits padahal tak
satupun dari mereka
mencapai kategori
Muhaddits, dan kategori
ulama atau apalagi Imam
Madzhab, mereka
bukanlah pencaci, apalagi
memusyrikkan orang-
orang yang beramal
dengan landasan hadits
shahih.
Masih banyak hadits lain
yang menjadi dalil
tawassul adalah sunnah
Rasul saw, sebagaimana
hadits yang dikeluarkan
oleh Abu Nu'aim,
Thabrani dan Ibn Hibban
dalam shahihnya, bahwa
ketika wafatnya
Fathimah binti Asad
(Bunda dari Sayyidina Ali
bin Abi Thalib kw, dalam
hadits itu disebutkan
Rasul saw rebah/
bersandar dikuburnya
dan berdoa : Allah Yang
Menghidupkan dan
mematikan, dan Dia
Maha Hidup tak akan
mati, ampunilah dosa
Ibuku Fathimah binti
Asad, dan bimbinglah
hujjah nya (pertanyaan di
kubur), dan luaskanlah
atasnya kuburnya, Demi
Nabi Mu dan Demi para
Nabi sebelum ku,
Sungguh Engkau Maha
Pengasih dari semua
pemilik sifat kasih
sayang., jelas sudah
dengan hadits ini pula
bahwa Rasul saw
bertawassul di kubur,
kepada para Nabi yang
telah wafat, untuk
mendoakan Bibi beliau
saw (Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul
Sayyidina Umar bin
Khattab ra. Beliau berdoa
meminta hujan kepada
Allah : "Wahai Allah, kami
telah bertawassul dengan
Nabi kami (saw) dan
Engkau beri kami hujan,
maka kini kami
bertawassul dengan
Paman beliau (saw) yang
melihat beliau (saw),
maka turunkanlah
hujan.. ”. maka hujanpun
turun. (Shahih Bukhari
hadits no.963 dan hadits
yang sama pada Shahih
Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra
melakukannya, para
sahabat tak
menentangnya, demikian
pula para Imam-Imam
besar itu tak satupun
mengharamkannya,
apalagi mengatakan
musyrik bagi yang
mengamalkannya,
hanyalah pendapat sekte
sesat ini yang
memusyrikkan orang
yang bertawassul,
padahal Rasul saw sendiri
bertawassul. Apakah
mereka memusyrikkan
Rasul saw ? Dan Sayyidina
Umar bin Khattab ra
bertawassul, apakah
mereka memusyrikkan
Umar ?, Naudzubillah dari
pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat
sebagian dari mereka
yang mengatakan bahwa
tawassul hanya boleh
pada orang yang masih
hidup, maka entah dari
mana pula mereka
mengarang persyaratan
tawassul itu, dan mereka
mengatakan bahwa
orang yang sudah mati
tak akan dapat memberi
manfaat lagi, pendapat
yang jelas-jelas datang
dari pemahaman yang
sangat dangkal, dan
pemikiran yang sangat
buta terhadap kesucian
tauhid.
Jelas dan tanpa syak
bahwa tak ada satu
makhlukpun dapat
memberi manfaat dan
mudharrat terkecuali
dengan izin Allah, lalu
mereka mengatakan
bahwa makhluk hidup
bisa memberi manfaat,
dan yang mati mustahil.
Lalu di mana kesucian
tauhid dalam keimanan
mereka ? Tak ada
perbedaan dari yang
hidup dan yang mati
dalam memberi manfaat
kecuali dengan izin Allah,
yang hidup tak akan
mampu berbuat
terkecuali dengan izin
Allah, dan yang mati pun
bukan mustahil memberi
manfaat bila dikehendaki
Allah. karena penafian
kekuasaan Allah atas
orang yang mati adalah
kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa
tawassul bukanlah
meminta kekuatan orang
mati atau yang hidup,
tetapi berperantara
kepada keshalihan
seseorang, atau
kedekatan derajatnya
kepada Allah swt,
sesekali bukanlah
manfaat dari manusia,
tetapi dari Allah, yang
telah memilih orang
tersebut hingga ia
menjadi shalih, hidup
atau mati tak
membedakan Kudrat Ilahi
atau membatasi
kemampuan Allah,
karena ketakwaan
mereka dan kedekatan
mereka kepada Allah
tetap abadi walau
mereka telah wafat.
Contoh lebih mudah,
anda ingin melamar
pekerjaan, atau
mengemis, lalu anda
mendatangi seorang
saudagar kaya, dan
kebetulan mendiang
tetangga anda yang telah
wafat adalah abdi
setianya yang selalu
dipuji oleh si saudagar,
lalu anda saat melamar
pekerjaan atau mungkin
mengemis pada saudagar
itu, anda berkata :
"Berilah saya tuan (atau)
terimalah lamaran saya
tuan, saya mohon, saya
adalah tetangga dekat
fulan, nah bukankah ini
mengambil manfaat dari
orang yang telah mati?
Bagaimana dengan
pandangan bodoh yang
mengatakan orang mati
tak bisa memberi
manfaat? Jelas-jelas
saudagar akan sangat
menghormati atau
menerima lamaran
pekerjaan anda, atau
memberi anda uang lebih,
karena anda menyebut
nama orang yang ia
cintai, walau sudah
wafat, tapi kecintaan si
saudagar akan terus
selama saudagar itu
masih hidup, pun
seandainya ia tak
memberi, namun harapan
untuk dikabulkan akan
lebih besar, lalu
bagaimana dengan ar-
Rahmaan ar-Rahiim, Yang
Maha Pemurah dan Maha
Menyantuni? Dan
tetangga anda yang telah
wafat tak bangkit dari
kubur dan tak tahu
menahu tentang lamaran
anda pada si saudagar,
NAMUN ANDA
MENDAPAT MANFAAT
BESAR DARI ORANG YANG
TELAH WAFAT.
apa yang membuat
pemikiran mereka sempit
hingga tak mampu
mengambil permisalan
mudah seperti ini. Firman
Allah : "MEREKA ITU TULI,
BISU DAN BUTA DAN TAK
MAU KEMBALI PADA
KEBENARAN" (QS
Albaqarah-18). Wahai
Allah beri hidayah pada
kaumku, sungguh mereka
tak
mengetahui.Wassalam.

Senin, 20 Desember 2010

BAGAIMANA WIRID DENGAN JARI YG DI AJARKAN OLEH ROSULULLOH.??

Yang disunnahkan dalam
berdzikir adalah dengan
menggunakan jari-jari
tangan:
"Dari Abdullah bin 'Amr
radhiyallahu'anhu, ia
berkata: 'Aku melihat
Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa
sallam menghitung
bacaan tasbih (dengan
jari-jari) tangan
kanannya.'" (Hadits
Shahih, riwayat Abu
Dawud no. 1502, dan at
Tirmidzi no. 3486, Shahiih
at Tirmidzi III/146 no.
2714, Shahiih Abi Dawud
I/280 no. 1330, al Hakim
I/547, al Baihaqi II/253).
Bahkan Nabi
Shallallahu'alaihi wa
sallam memerintahkan
para Sahabat wanita
menghitung: Subhanallah,
alhamdulillah, dan
mensucikan Allah dengan
jari-jari, karena jari-jari
akan ditanya dan diminta
untuk berbicara (pada
hari Kiamat). (Hadits
hasan, riwayat Abu
Dawud no. 1501, dan at
Tirmidzi. Dihasankan oleh
Imam an Nawawi dan
Ibnu Hajar al 'Asqalani).
Dari itu Muhammad
Nashirudin Al Albani
rahimahullah
mengatakan : "Bertasbih
dengan kedua tangan
menyalahi Sunnah!"
Pantaskan kita berdzikir
dengan tangan kiri yang
dipergunakan untuk
mencuci kotoran?

Kamis, 16 Desember 2010

DI DHOLIMI DAN BERDOA JELEK.??

Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia (Ar Ra'd / QS.
13 :11) (Allah) Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun (Al
Mulk / QS. 67 :2) surah Ali Imron
ayat 185 : “Dan setiap yang
bernyawa tidak akan mati kecuali
dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya.
Tiga macam do'a dikabulkan tanpa
diragukan lagi, yaitu doa orang yang
dizalimi, doa kedua orang tua, dan
do'a seorang musafir (yang
berpergian untuk maksud dan
tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu
Dawud) Jangan mendo'akan
keburukan ( mengutuk) dirimu atau
anak- anakmu atau pelayan-
pelayanmu ( karyawan-
karyawanmu) atau harta-bendamu,
(karena khawatir) saat itu cocok
dikabulkan segala permohonan dan
terkabul pula do' amu. (Ibnu
Khuzaimah) Barangsiapa
mendo'akan keburukan terhadap
orang yang menzaliminya maka dia
telah memperoleh kemenangan.
(HR. Tirmidzi dan Asysyihaab)
bertoubatlah wahai supaya kamu
diampuni oleh Alloh SWT. Alex Jack
Donie'ls jam 10 :56 Trimakash atas
jawabnya, smga ak bsa sadar?

DI DHOLIMI DAN BERDOA JELEK.??

Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia (Ar Ra'd / QS.
13 :11) (Allah) Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun (Al
Mulk / QS. 67 :2) surah Ali Imron
ayat 185 : “Dan setiap yang
bernyawa tidak akan mati kecuali
dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya.
Tiga macam do'a dikabulkan tanpa
diragukan lagi, yaitu doa orang yang
dizalimi, doa kedua orang tua, dan
do'a seorang musafir (yang
berpergian untuk maksud dan
tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu
Dawud) Jangan mendo'akan
keburukan ( mengutuk) dirimu atau
anak- anakmu atau pelayan-
pelayanmu ( karyawan-
karyawanmu) atau harta-bendamu,
(karena khawatir) saat itu cocok
dikabulkan segala permohonan dan
terkabul pula do' amu. (Ibnu
Khuzaimah) Barangsiapa
mendo'akan keburukan terhadap
orang yang menzaliminya maka dia
telah memperoleh kemenangan.
(HR. Tirmidzi dan Asysyihaab)
bertoubatlah wahai supaya kamu
diampuni oleh Alloh SWT. Alex Jack
Donie'ls jam 10 :56 Trimakash atas
jawabnya, smga ak bsa sadar?

APAKAH BENAR ASMAUL HUSNA HUKUMNYA WAJIB.??

"Dialah Allah, tidak ada Tuhan/
Ilah (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Dia mempunyai
asmaa'ul husna (nama-nama yang
baik)." - (Q.S. Thaa-Haa : 8)
Katakanlah: "Serulah Allah atau
serulah Ar-Rahman. Dengan nama
yang mana saja kamu seru, Dia
mempunyai al asmaa'ul husna
( nama-nama yang terbaik) dan
janganlah kamu mengeraskan
suaramu dalam salatmu dan
janganlah pula merendahkannya
dan carilah jalan tengah di antara
kedua itu" - (Q.S Al-Israa': 110) "Allah
memiliki Asmaa' ulHusna, maka
memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama yang baik
itu..." - (QS. Al-A'raaf : 180) Beriman
kepada nama-nama dan sifat-sifat
Allah merupakan bagian dari tauhid
dan menjadi konsekuensi iman
kepada Allah. Maknanya yaitu
meyakini bahwa Allah memiliki
Asmaul Husna ( nama-nama yang
mahaindah) dan sifat-sifat yang
mahamulia sebagaimana yang
diterangkan dalam Al-Qur ’an dan
Sunnah Rasul- Nya. Mengenal
Asmaul Husna dengan sungguh-
sungguh, menghafal, memahami
maknanya kemudian berdoa dan
beribadah kepada Allah dengannya
menjadi sebab penguat iman yang
paling besar. Bahkan, mengenal
asma ’ dan sifat Allah merupakan
dasar iman yang kepadanya
keimanan akan kembali. Karenanya,
apabila seorang bertambah
ma ’rifahnya terhadap asma’ dan
sifat Allah, niscaya imannya
bertambah dan keyakinanya kuat.
Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan urgensi memahami
Asmaul Husna, “Mengetahui nama-
nama Allah dan menghafalnya
adalah dasar dari segala ilmu. Siapa
yang telah menghafal nama-nama-
Nya dengan benar berarti ia telah
memahami seluruh ilmu. Karena
menghafal nama-nama-Nya
merupakan dasar untuk dapat
menghafal segala macam ma'
lumat. Dan segala macam ilmu
tersebut akan terwujud setelah
memahami al-Asma ’ al-Husna dan
bertawassul dengannya.” (Bada’i al-
Fawaid: 1 /171) Diriwayatkan dalam
Shahihain, dari Abu Hurairah
radliyallaahu 'anhu, bahwa
Rasulullah shallallaahu ' alaihi
wasallam bersabda, "Sesungguhnya
Allah memiliki 99 nama, seratus
kurang satu, siapa yang meng-
ihsa ’nya pasti masuk surga." (HR.
Bukhari dan Muslim) Makna Ihsha’
yang dapat menghantarkan kepada
surga memiliki tiga tahapan:
Pertama, menghafal lafadz-lafadz
dan jumlahnya. Kedua, memahami
makna dan maksud yang
terkandung di dalamnya. Ketiga,
berdoa dengannya, baik doa yang
berbetuk pujian dan ibadah ataupun
meminta. Apabila seorang
bertambah ma ’ rifahnya terhadap
asma’ dan sifat Allah, niscaya
imannya bertambah dan
keyakinanya kuat. Nama-nama Allah
bersifat Tauqifiyah Asmaul Husna
adalah perkara baku yang tidak bisa
dinalar oleh akal. Karena akal saja
tidak mungkin mampu mengenal
nama-nama Allah yang pantas
untuk-Nya dan tidak mungkin dapat
mengetahui kesempurnaan dan
keagungan sifat Allah. Karenanya
seluruh ulama madzhab bersepakat
tentang larangan menamai Allah
kecuali dengan nama-nama yang
telah disebutkan dan dikabarkan
sendiri oleh-Nya dalam Al-Qur ’an
maupun melalui lisan Rasul-Nya,
tanpa menambah dan mengurangi.
Oleh sebab itu, kita wajib
menetapkan asmaul husna sesuai
dengan nama yang secara nash
telah disebutkan dalam Al-Qur ’an
dan hadit shahih. Ibnu Hazm
rahimahullah berkata, “ Tidak boleh
memberikan nama untuk Allah
kecuali dengan nama yang telah
Allah sebutkan dan kabarkan dalam
Al-Qur ’an dan melalui lisan Rasul-
Nya atau berdasarkan ijma kaum
muslimin, tanpa menambahinya,
meskipun makna dari nama-nama
tersebut itu benar dan sesuai
dengan sifat Allah Subhanahu wa
Ta'ala. ” (Al- Fash: 2 /108) Imam al-
Nawawi rahimahullaah berkata,
“ Sesungguhnya nama- nama Allah
itu bersifat tauqifiyah, yaitu tidak
boleh ditetapkan kecuali berdasarkan
dalil-dalil shahih." (Syarah Shahih
Muslim, Imam al-Nawawi: 7 /188)
Sesungguhnya nama-nama Allah itu
bersifat tauqifiyah, yaitu tidak boleh
ditetapkan kecuali berdasarkan dalil-
dalil shahih. Berapa Jumlah Nama
Allah? Sesuatu yang sudah masyhur
di tengah-tengah umat bahwa
Asmaul Husna berjumlah 99 nama,
sebagaimana yang disebutkan pada
hadits Abu Hurairah radliyallahu '
anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Sesungguhnya
Allah memiliki 99 nama, seratus
kurang satu, siapa yang
menghafalnya pasti masuk
surga." (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun maknanya bukan berarti
Allah tidak memiliki nama-nama
kecuali ini saja. Tetapi, maknanya
yang sesungguhnya adalah Dia
memiliki nama-nama yang terhitung
yang berjumlah 99 nama, siapa
yang menghafal nama-nama
tersebut, dia akan masuk surga. Ini
tidak menafikan kalau Dia memiliki
nama selainnya. Sedangkan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "
Siapa yang menghafalnya/
menghitungnya," menjadi
pelengkap susunan kalimat pertama
bukan susunan pembanding yang
terpisah. Susunan ini seperti ucapan
seseorang, "Saya memiliki seratus
kuda yang kusiapkan untuk berihad
di jalan Allah." Ini bukan berarti dia
hanya memiliki seratus kuda saja
dan tidak memiliki yang lainnya
yang disiapkan utnuk urusan
lainnya. ( Dinukil dari penjelasan
Syaikh Ibnul Utsaimin dalam Majmu'
Fatawa wa al-Rasail, Jilid pertama)
Imam al-Khathabi dan lainnya
menjelaskan, maknanya adalah
seperti orang yang mengatakan "
Saya memiliki 1000 dirham yang
kusiapkan untuk sedekah," yang
bukan berarti uangnya hanya 1000
dirham itu saja. (Majmu' Fatawa:
5 /217) Dalil khusus yang
menguatkan bahwa nama-nama
Allah tidak terbatas pada jumlah
tertentu, 99 nama saja ditunjukkan
oleh sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dalam hadits Shahih: "Aku
memohon kepada-Mu dengan
segala nama yang menjadi milik-
Mu, yang Engkau namakan diri-Mu
dengannya, atau Engkau turunkan
dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau
ajarkan kepada seorang dari
makhluk-Mu, atau yang Engkau
rahasiakan dalam ilmu ghaib yang
ada di sisi-Mu . . ." (HR. Ahmad dan
lainnya. Hadits ini telah dishahihkan
oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya
Ibnul Qayyim, keduanya banyak
menyebutkannya dalam kitab-kitab
mereka. Juga dihasankan oleh Al-
Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar
dan dishahihkan oleh Al-Albani
dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119
no. 124 dan Silsilah Shahihah no.
199) Lafadz, awis ta'tsarta bihii fii '
ilmil ghaibi 'indaka (atau yang
Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib
yang ada di sisi-Mu) menunjukkan
bahwa ada nama Allah yang tidak
diberitahukan kepada salah seorang
dari makhluk-Nya, hanya Dia sendiri
yang mengetahuinya. Dan apa yang
Allah rahasiakan dalam ilmu ghaib
tidak mungkin dapat diketahui. Dan
sesuatu yang tidak dapat diketahui
tidak dapat dibatasi. Berdasarkan ini,
Nabi shallallahu ' alaihi wasallam
bersabda: "Saya tidak bisa
menghinggakan pujian kepada-Mu
sebagaimana Engkau memuji
terhadap diri-Mu sendiri." (HR.
Muslim, Abu Dawud, Al-Tirmidzi
dan lainnya) Bahwa ada nama Allah
yang tidak diberitahukan kepada
salah seorang dari makhluk-Nya,
hanya Dia sendiri yang
mengetahuinya. Status hadits yang
merinci dan mengurutkan Asmaul
Husna Ibnu Taimiyah rahimahullah
telah menukil kesepakatan dari para
ulama terhadap hadits yang
mengurutkan dan merincinya
adalah tidak shahih dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam.
Sementara orang-orang yang
menganggap shahih hadits yang
merinci tentang Asmaul Husna yang
99 beralasan, "Ini adalah perkara
besar karena menjadi sebab masuk
surga. Maka tidak mungkin para
sahabat membiarkannya tanpa
menanyakannya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tentang
perincian dan kepastiannya. Berarti
hal ini membuktikan bahwa
kepastian dan perincian Asmaul
Husna tersebut berasal dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam." Tanya
Jawab Masalah Islam jam 10 23
tanggal 05 Agustus 2010 Ibnu
Taimiyah menukil kesepakatan dari
para ulama terhadap hadits yang
mengurutkan dan merincinya
adalah tidak shahih dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Alasan di
atas dapat dijawab sebagai berikut,
"Tidak mesti begitu. Kalau
seandainya seperti itu harusnya 99
nama ini diterangkan lebih rinci
daripada ilmu tentang matahari. Dan
seharusnya juga dinukil dalam
Shahihain (Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim) serta yang kitab
lainnya. Karena hal ini sangat
dibutuhkan dan mendesak untuk
dihafalkan. Lalu kenapa hanya
diriwayatkan dari jalur yang masih
diragukan dan dalam bentuk yang
saling berlainan. Sesungguhnya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
menerangkannya dengan rinci
karena adanya hikmah yang agung,
yaitu agar orang-orang mencarinya
dan berusaha mendapatkannya
dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya shallallahu 'alaihi wasallam
sehingga terbukti siapa yang
memiliki kesungguhan dan siapa
yang tidak." Wallahu a'lam bish
Shawab.

Minggu, 12 Desember 2010

BAGAIMANA CARA MENGHINDARI SYETAN SEWAKTU SAKAROTUL MAUT.??

kalau
dikatakan sangat mudahnya
masuk sorga,karena hadist Nabi
SAW ”Barang siapa yang akhir
kalamnya Laa ilaaha Illlaulloh
masuk sorga ”,ternyata tidaklah
semudah yang
dibayangkan...Orang orang yang
akan masuk Sorga sudah disiapkan
dengan kehidupan di sorga, mulai
dari ucapannya di dunia,tingkah
lakunya, sampai akhir
kalamnyapun diajarkan untuk
calon ahli sorga...Tidak mungkin
rasanya orang yang seumur hidup
berkata kotor,menghina,mencela,
memaki dan
merasani,mendapatkan akhir
kalam yang manis..Karena orang
seperti ini,alam bawah sadarnya
penuh dengan cacian,makian,dan
kata kata kotor..Perlu kita ketahui
Saat seseorang akan
meninggal,maka ingatan, akal, dan
ilmu akan hilang,yang berfungsi
hanyalah alam bawah
sadarnya.Pada saat kritis ini,setan
berusaha sekuat tenaga dengan
berbagai cara mengalihkan
perhatian orang yang sedang
sekarat ini agar tidak
mengucapkan Laailaaha
illlaulloh.Setan akan menjelma
dengan berbagai macam
bentuknya,agar manusia gagal
mengucapkan kata kata surga
itu.Oleh karena itulah bila kita
melihat orang iman yang sedang
sekarat tuntunlah untuk
mengucapkan berulang ulang
Laailaaha illlaulloh... Bagaimanakah
kita menghadapi godaaan setan di
saat kita sakaratul maut??Tidak
ada jalan lain selain menumbuhkan
rasa cinta yang dalam kepada
Allah SWT.Karena apa yang paling
dicintai,apa yang paling menjadi
kerinduan siang dan malam, maka
itulah yang akan teringat pada
saat helaan napas yang
terakhir...Rasa cinta tidak mungkin
datang dalam sekejap,tidak
mungkin mengharapkan rasa cinta
pada Allah SWT datang saat
sakaratul maut,dimana akal sudah
tidak normal,dan setan sedang
menggoda dengan sangat
beratnya,juga badan menanggung
rasa sakit luar biasa...Rasa cinta
harus dipupuk,detik demi
detik,menit ke menit,hari ke
hari,bulan ke bulan dan tahun ke
tahun,dan itu hanya bisa kita
lakukan dengan banyak berzikir
mengingat Nya.Jadikanlah Allah
sebagai kekasih..maka kekasih kita
pasti akan menolong pada saat
yang tepat menurut NYA.Amin .
Wassalamu Alaikum Wr.Wb

Sabtu, 11 Desember 2010

TAWASSUL, ISTIGHOTSAH, SHOLAWAT, HUKUMNYA SUNNAH

1. DALIL QUR'AN TENTANG PERINTAH
BERTAWASSUL : Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan carilah jalan (wasilah) yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapat keberuntungan’(QS
Al-Maidah: 35)
2. DALIL QUR'AN BOLEHNYA MINTA
TOLONG KEPADA SELAIN ALLOH : “Jika
kamu berdua bertobat kepada Allah,
maka sesungguhnya hati kamu
berdua telah condong(untuk
menerima kebaikan); dan jika kamu
berdua bantu-membantu
menyusahkan Nabi, maka
sesungguhnya Allah
adalahpelindungnyadan(begitu
pula)Jibril dan orang-orang mukmin
yang baik; dan selain dari itu
malaikat-malaikat
adalahpenolongnyapula ”.(Q.S. 66:4)
3.NABI MUHAMMAD TAWASSUL
KEPADA PARA NABI LAINNYA : “Allah
yang menghidupkan dan
mematikan, Dialah Allah yang Maha
Hidup. Ya Allah, limpahkanlah
ampunan-Mu kepada ibuku
panggilan ibu, karena Rasulallah saw.
ketika masih kanak-kanak hidup
dibawah asuhannya, lapangkanlah
kuburnya dengan demi Nabi-Mu
(yakni beliau saw. sendiri) dan demi
para Nabi sebelumku. Engkaulah, ya
Allah Maha Pengasih dan
Penyayang ”. Beliau saw. kemudian
mengucapkan takbir empat kali.
Setelah itu beliau saw. bersama-
sama Al- ‘Abbas dan Abu Bakar
radhiyallahu ‘anhumaa memasukkan
jenazah Fathimah binti Asad kedalam
lahad.( At-Thabrani dalam Al-Kabir
dan Al-Ausath.)Dalam kitab
Majma ’uz-Zawaid jilid 9/257 disebut
nama-nama perawi hadits tersebut,
yaitu Ruh bin Shalah, Ibnu Hibban
dan Al-Hakim. Ada perawi yang
dinilai lemah, tetapi pada umumnya
adalah perawi hadit-hadits shohih.
Sedangkan para perawi yang disebut
oleh At-Thabrani didalam Al-Kabir
dan Al-Ausath semuanya baik
(jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim
dan lain-lain yang membenarkan
hadits tersebut dari Anas bin
Malik.Selain mereka terdapat juga
nama Ibnu Abi Syaibah yang
meriwayatkan hadits itu secara
berangkai dari Jabir. Ibnu ‘Abdul Birr
meriwayatkan hadits tersebut dari
Ibnu ‘Abbas dan Ad-Dailami
meriwayatkannya dari Abu Nu’aim.
Jadi hadits diatas ini diriwayatkan
dari sumber-sumber yang saling
memper- kuat kebenarannya.
4.NABI ADAM TAWASSUL KEPADA
NAMA NABI MUHAMMAD YANG BELUM
ADA : dari Umar Ibnul Khattab
(diriwayatkan secara berangkai oleh
Abu Nu ’aim Al-Hafidz dalam Dala’ilun
Nubuwwah oleh Syaikh Abul Faraj,
oleh Sulaiman bin Ahmad, oleh
Ahmad bin Rasyid, oleh Ahmad bin
Said Al-Fihri, oleh Abdullah bin Ismail
Al-Madani, oleh Abdurrahman bin
Zaid bin Aslamdanayahnya) yang
mengatakan bahwa Nabi saw.
berrsabda:
“Setelah Adam berbuat kesalahan ia
mengangkat kepalanya seraya
berdo ’a: ‘Ya Tuhanku,demi hak/
kebenaran Muhammadniscaya
Engkau berkenan mengampuni
kesalahanku ’. Allah mewahyukan
padanya:‘Apakah Muhamad itu dan
siapakah dia?’Adam menjawab: ‘Ya
Tuhanku, setelah Engkau
menyempurnakan penciptaanku,
kuangkat kepalaku melihat ke ‘Arsy,
tiba-tiba kulihat pada “Arsy-Mu
termaktubLaa ilaaha illallah
Muhammad Rasulallah. Sejak itu aku
mengetahui bahwa ia adalah
makhluk termulia dalam pandangan-
Mu, karena Engkau menempatkan
namanya disamping nama-Mu ’. Allah
menjawab: ‘Ya benar,engkau Aku
ampuni,.ia adalah penutup para Nabi
dari keturunanmu. Kalau bukan
karena dia, engkau tidak Aku
ciptakan ’ ”.
Dii dalam kitab Mustadrak al-Hakim,
jilid 2, halaman 15; kitab ad-Durr al-
Mantsur, jilid 1, halaman 59; dengan
menukil dari Thabrani, Abu Na ’im al-
Ishfahani. Demikian juga hadits
tentang bertawassulnya Rasulallah
saw. dengan hak-hak para nabi
sebelumnya. Sebagaimana juga
Thabrani meriwayatkannya didalam
kitabnyaal-Kabirdanal-Awsath. Begitu
juga Ibnu Hibban dan al-Hakim,
mereka berduamenshohihkannya.
Selanjutnya, hadits bertawassul
kepada orang-orang yang berdo ’a,
terdapat juga didalam shohih Ibnu
Majjah, jilid 1, halaman 261, bab al-
Masajid; dan begitu juga di dalam
musnad Ahmad, jilid 3, halaman 21.
Demikian juga dengan riwayat-
riwayat yang lain.
5.SITI 'AISYAH (ISTERI RASUL)
TAWASSUL KEPADA NABI MUHAMMAD
YANG SUDAH WAFAT : Ad-Darami
meriwayatkan: “Penghuni Madinah
mengalami paceklik yang sangat
parah. Mereka mengadu kepada
Aisyah ra (ummul Mukminin).Aisyah
mengatakan: ‘Lihatlah pusara Nabi !
Jadikanlah ia(pusara)sebagai
penghubung menuju langit sehingga
tidak ada lagi penghalang dengan
langit ’.Dia (perawi) mengatakan:
Kemudian mereka (penduduk
Madinah) melakukannya, kemudian
turunlah hujan yang banyak hingga
tumbuhlah rerumputan dan
gemuklah onta-onta dipenuhi
dengan lemak. Maka saat itu disebut
dengan tahun ‘al-fatq’(sejahtera)”.
(Lihat:Kitab “Sunan ad-Darami” 1/56)
Hadits serupa diatas yang
diriwayatkan secara berangkai dari
Abu Nu ’man dari Sa’id bin Zaid, dari
‘Amr bin Malik Al-Bakri dan dari Abul
Jauza bin ‘Abdullah yang
mengatakan sebagai berikut: “Ketika
kota Madinah dilanda musim gersang
hebat, banyak kaum muslimin
mengeluh kepada isteri Rasulallah
saw. ‘Aisyah ra. Kepada mereka
‘Aisyah berkata:‘Datang-
lahkemakamNabi saw. dan bukalah
atapnya agar antara makam beliau
dan langit tidak terhalang apapun
juga ’.Setelah mengerjakan saran
‘Aisyah ra.itu turunlah hujan hingga
rerumputan pun tumbuh dan unta-
unta menjadi gemuk ”. (ini
menggambarkan betapa banyaknya
hujan yang turun hingga kota
Madinah menjadi subur kembali).
(Kitab Sunan Ad-Daramy jilid 1/43)
6.ALI BIN ABI THOLIB TAWASSUL
KEPADA NABI MUHAMMAD SAW YANG
TELAH WAFAT : Berkata al-Hafidz Abu
Abdillah Muhammad bin Musa an-
Nukmani dalam karyanya yang
berjudul ‘Mishbah adz-Dzolam’;
Sesungguhnya al-Hafidz Abu Said as-
Sam ’ani menyebutkan satu riwayat
yang pernah kami nukil darinya
yang bermula dari Khalifah Ali bin Abi
Thalib yang pernah mengisahkan:
“ Telah datang kepada kami seorang
badui setelah tiga hari kita
mengebumi- kan Rasulullah.
Kemudian iamenjatuhkan dirinyake
pusara Rasulallah saw.
danmembalurkan tanah(kuburan) di
atas kepalanya seraya berkata:
‘Wahai Rasulullah, engkau telah
menyeru dan kami telah mendengar
seruanmu. Engkau telah mengingat
Allah dan kami telah mengingatmu.
Dan telah turun ayat; ‘Sesungguhnya
Jikalau mereka ketika menganiaya
dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan
rasulpun memohonkan ampun untuk
mereka, tentulah mereka mendapati
Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang’(QS an-Nisa: 64)
dan aku telah mendzalimi diriku
sendiri. Dan aku mendatangimu agar
engkau memintakan ampun
untukku. Kemudian terdengar seruan
dari dalam kubur: ‘Sesungguhnya Dia
(Allah) telah mengampunimu’ ”.
(Kitab “Wafa’ al-Wafa’” karya as-
Samhudi 2/1361)
Dari riwayat di atas menjelaskan
bahwa; bertawassul kepada
Rasulullah pasca wafat beliau adalah
hal yang legal dan tidak tergolong
syirik atau bid ’ah. Bagaimana tidak?
Sewaktu prilaku dan ungkapan
tawassul/istigho- tsah itu
disampaikan oleh si Badui di pusara
Rasul –dengan memeluk dan
melumuri kepalanya dengan tanah
pusara – yang ditujukan kepada
Rasulallah yang sudah dikebumikan,
hal itu berlangsung di hadapan
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib.
Dan khalifah Ali sama sekali tidak
menegurnya, padahal beliau adalah
salah satu sahabat terkemuka
Rasulullah yang memiliki keilmuan
yang sangat tinggi dimana Rasulullah
pernah bersabda berkaitan dengan
Ali bin Abi Thalib kw. sebagai berikut:
‘ Ali bersama kebenaran dan
kebenaran bersama Ali’.(Kitab
“Tarikh Baghdad” karya Khatib al-
Baghdadi 14/321, dan dengan
kandungan yang sama bisa dilihat
dalam kitab “Shohih at-Turmudzi”
2/298).
Dalam Kitab “Mustadrak as-
Shohihain” karya al-Hakim an-
Naisaburi 3/124,‘Ali bersama al-
Qur’an dan al-Qur’an bersama Ali,
keduanya tidak akan pernah
terpisah hingga hari
kebangkitan ’.Dalam Kitab
“Mustadrak as-Shohihain” 3/126,
‘Aku(Rasulallah saw.)adalah kota ilmu
dan Ali adalah pintu gerbangnya.
Barangsiapa meng- hendaki
(masuk)kota maka hendaknya
melalui pintu gerbangnya ’. Dalam
Kitab Mustadrak as-Shohihain” 3/122,
‘Engkau(Ali)adalah penjelas kepada
umatku tentang apa-apa yang
mereka selisihkan setelah
(kematian)-ku ’.Dan masih banyak
lagi riwayat mengenai Khalifah Ali
kw.ini.
7.BILAL BIN RABAH TAWASSUL
KEPADA NABI MUHAMMAD YANG
SUDAH WAFAT : Abu Darda ’ dalam
sebuah riwayat menyebutkan:
“ Suatu saat, Bilal (al-
Habsyi)bermimpibertemu dengan
Rasulallah. Beliau bersabda kepada
Bilal: ‘Wahai Bilal, ada apa gerangan
dengan ketidak perhatianmu (jafa’)?
Apakah belum datang saatnya
engkau menziarahiku ?’. Selepas itu,
dengan perasaan sedih, Bilal segera
terbangun dari tidurnya dan
bergegas mengendarai
tunggangannya menuju ke Madinah.
Lalu Bilal mendatangi kubur Nabi
sambil menangis lantasmeletakkan
wajahnyadi atas pusara Rasul. Selang
beberapa lama, Hasan dan Husein
(cucu Rasulallah) datang. Kemudian
Bilal mendekap dan mencium
keduanya ”. (Tarikh Damsyiq jilid 7
Halaman: 137, Usud al-Ghabah karya
Ibnu Hajar jilid: 1 Halaman: 208,
Tahdzibul Kamal jilid: 4 Halaman:
289, dan Siar A ’lam an-Nubala’ karya
Adz-Dzahabi Jilid: 1 Halaman 358)
8.UMAR BIN KHOTTOB TAWASSUL
KEPADA NABI MUHAMMAD YANG
SUDAH WAFAT 1 : “Masyarakat telah
tertimpa bencana kekeringan di
zaman kekhalifahan Umar bin
Khattab. Bilal bin Harits –salah
seorang sahabat Nabi– datang ke
pusara Rasul dan
mengatakan: ‘Wahai Rasulullah,
mintakanlah hujan untuk umatmu
karena mereka telah(banyak)yang
binasa ’. Rasul saw. menemuinya
didalam mimpi dan
memberitahukannya bahwa mereka
akan diberi hujan (oleh Allah) ”.
(Fathul Bari jilid 2 halaman 398, atau
as-Sunan al-Kubra jilid 3 halaman
351)
9.UMAR BIN KHOTTOB TAWASSUL
KEPADA NABI MUHAMMAD YANG
SUDAH WAFAT 2 : Hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhori dari Anas
bin Malik : “Bahwasanya jika terjadi
musim kering yang panjang, maka
Umar bin Khattab memohon hujan
kepada Allah dengan bertawassul
dengan Abbas Ibnu Abdul Muthalib.
Dalam do ’anya ia berkata; ‘Ya Allah,
dulu kami senantiasa bertawassul
kepada-Mu dengan Nabi saw. dan
Engkau memberi hujan kepada kami.
Kini kami bertawassul kepada-Mu
dengan paman Nabi kami, maka
berilah hujan pada kami ’. Anas
berkata; ‘Maka Allah menurun- kan
hujan pada mereka’ ”. (Lihat:Kitab
“Shohih Bukhari” 2/32 hadits ke-947
dalam Bab Shalat Istisqo’)
10.SAHABAT 'UTHBAH TAWASSUL
KEPADA NABI MUHAMMAD YANG
SUDAH WAFAT : Syeikh Abu Manshur
As-Shabbagh dalam kitabnyaAl-
Hikayatul Masyhur-
ahmengemukakan kisah peristiwa
yang diceriterakan oleh Al-‘Utbah
sebagai berikut:
“Pada suatu hari ketika aku
(Al-‘Utbah) sedang duduk bersimpuh
dekat makam Rasulallah saw., tiba-
tiba datanglah seorang Arab Badui.
Didepan makam beliau itu ia
berkata: ‘As-Salamu’alaika ya
Rasulallah. Aku mengetahui bahwa
Allah telah berfirman: Sesungguhnya
jika mereka ketika berbuat dhalim
terhadap diri mereka sendiri segera
datang kepadamu(hai Muhammad),
kemudian mohon ampunan kepada
Allah, dan Rasul pun me mohonkan
ampun bagi mereka, tentulah
mereka akan mendapati Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha
Penyayang(An-Nisa: 64). Sekarang
aku datang kepadamu ya Rasulallah
untuk mohon ampunan kepada Allah
atas segala dosaku, dengan
syafa ’atmu, ya Rasulallah..’. Setelah
mengucapkan kata-kata itu ia lalu
pergi. Beberapa saat kemudian aku
(Al- ‘Utbah) terkantuk. Dalam
keadaan setengah tidur itu
akubermimpimelihat Rasulallah saw.
berkata kepadaku : ‘Hai ‘Utbah,
susullah segera orang Badui itu dan
beritahukan kepadanya bahwa Allah
telah mengampuni dosa-dosanya ’ ”.
Peristiwa diatas ini dikemukakan juga
olehImam Nawawidalam kitabnyaAl-
Idhahbab 4 hal. 498. Dikemukakan
juga olehIbnu KatsirdalamTafsir-nya
mengenai ayat An-Nisa : 64. Para
ulama pakar lainnya yang
mengetengah- kan peristiwa
Al- ‘Utbah ini ialah: Syeikh Abu
Muhammad Ibnu Qaddamah dalam
kitabnyaAl-Mughnyjilid 3/556 ;
Syeikh Abul Faraj Ibnu Qaddamah
dalam kitabnyaAsy-Syarhul-Kabirjilid
3/495 ; Syeikh Manshur bin Yunus Al-
Bahuty dalam kitabnyaKisyaful-Qina
(kitab ini sangat terkenal dikalangan
madzhab Hanbali) jilid 5/30 dan
Imam Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurthubi
jilid 5/265) yang mengemukakan
peristiwa semakna tapi kalimatnya
agak berbeda.
11. SAHABAT SWAD BIN QORIB
BERTAWASSUL KEPADA NABI
MUHAMMAD YANG SUDAH WAFAT :
Diriwayatkan bahwa Sawad bin
Qoorib melantunkan pujiannya
terhadap Rasulallah saw. dimana
dalam pujian tersebut juga terdapat
muatan permohonan tawassul
kepada Rasulullah saw.(Kitab Fathul
Bari 7/137, atau kitab at-Tawasshul fi
Haqiqat at-Tawassul karya ar-Rifa ’i
hal. 300)
12.PARA TABI'IN TAWASSUL KEPADA
NABI MUHAMMAD SAW YANG SUDAH
WAFAT : “Pada zaman Khalifah Umar
Ibnul Khattab ra. terjadi musim
kemarau amat gersang. Seorang
datangkemakam Rasulallahsaw.
kemudian berkata: ‘Ya Rasulallah,
mohonkanlah hujan kepada Allah
bagi ummat anda. Mereka banyak
yang telah binasa ’. Pada malam
harinya orang itu mimpi didatangi
Rasulallah saw. dan berkata
kepadanya: ‘Datanglah engkau
kepada ‘Umar dan sampaikan
salamku kepadanya. Beritahukan dia
bahwa merekaakan
memperolehhujan ’.Katakan juga
kepadanya: ‘Engkau harus bijaksana
…bijaksana’ ! Kemudian orang itu
segera menyampaikan berita
mimpinya kepada Khalifah ‘Umar.
Ketika itu ‘Umar berkata: ‘Ya Rabb
(Ya Tuhanku), mereka mohon
pertolongan-Mu karena aku memang
tidak dapat berbuat sesuatu ’ “.
Hadits itu isnadnya shohih. Demikian
juga yang dikatakan oleh Ibnu Katsir
dalamAl-Bidayah Wan-Nihayah jilid
1/91mengenai peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada tahun 18 H. Ibnu
Abi Syaibah juga mengetengahkan
hadits itu dengan isnad shohih dari
riwayat Abu Shalih As-Saman yang
berasal dari Malik ad-Dariy, seorang
bendaharawan (Khazin) pada zaman
Khalifah Umar. Menurut Saif dalam
kitabnyaAl-Futuhorang yang mimpi
didatangi Rasulallah saw. itu ialah
sahabat Nabi saw. yang bernamaBilal
bin Al-Harits Al-Muzny.Dalam
kitabFathul Barijilid 11/415 Ibnu Hajar
mengatakan bahwa hadits tersebut
isnadnyashohih.
13. PERINTAHTAWASSUL KEPADA
MAKHLUK YANG GAK KELIHATAN :
Sebuah riwayat dari ‘Abdullah bin
Abbas ra. mengatakan bahwa
Rasulallah saw. bersabda: “Banyak
Malaikat Allah dimuka bumi selain
yang bertugas mengawasi amal
perbuatan manusia. Mereka
mencatat setiap lembar daun yang
jatuh dari batangnya. Karena itu jika
seorang diantara kalian tersesat
ditengah sahara (atau tempat
lainnya), hendaklah ia berseru: ‘Hai
para hamba Allah tolonglah aku’ “.
(HR.At-Thabrani dengan para perawi
yang terpercaya).
‘Abdullah bin Mas’ud ra
meriwayatkan, bahwa Rasulallah
saw. pernah bersabda: “Jika seorang
diantara kalian ternak piaraannya
terlepas ditengah sahara, hendaklah
ia berseru: ’Hai para hamba Allah,
tahanlah ternakku…hai para hamba
Allah tahanlah ternakku’. Karena
sesungguhnya Allah mempunyai
makhluk (selain manusia) dimuka
bumi yang siap memberi
pertolongan ”. (HR. Abu Ya’la dan At-
Thabarani dengan perawi-perawi
yang dapat dipercaya, kecuali satu
orang yang dipandang lemah yaitu
Ma ’ruf bin Hasan). Imam Nuruddin ‘Ali
bin Abubakar Al-Haitsami juga
mengetengahkan riwayat ini dalam
Majma ’uz-Zawaid Wa Manba’ul-
Fuwa’id jilid X/132.
14. PARA ULAMA AHLI MEMBOLEHKAN
TAWASSUL :
A.Imam Ibn Idris as-Syafi’i sendiri
pernah menyatakan: “Sesungguhnya
aku telahbertabarrukdari Abu
Hanifah (pendiri madzhab
Hanafi .red)dan men- datangi
kuburannya setiap hari. Jika aku
memiliki hajat maka aku
melakukanshalat dua rakaat dan
lantas mendatangi kuburannyadan
meminta kepada Allah untuk
mengabulkan do ’akudi sisi(kuburan)-
nya.Maka tidak lama kemudian akan
dikabulkan ”(Lihat:KitabTarikh
Baghdadjilid 1 halaman 123 dalam
bab mengenai kuburan-kuburan
yang berada di Baghdad)
B. As-Samhudi yang bermadzhab
Syafi ’i menyatakan; “Terkadang
orang bertawassul kepadanya (Nabi
saw.red) dengan meminta
pertolongan berkait an suatu
perkara. Hal itu memberikan arti
bahwa Rasulallah saw. memiliki
kemampuan untuk memenuhi
permintaan dan memberikan
syafa ’atnya kepada Tuhannya. Maka
hal itu kembali kepada permohonan
do ’anya, walaupun terdapat
perbedaan dari segi
pengibaratannya. Kadangkala sese-
orang meminta; ‘aku memohon
kepadamu (wahai Rasulallah .red)
untuk dapat menemanimu di
sorga …’, tiada yang dikehendakinya
melainkan bahwa Nabi saw. menjadi
sebab dan pemberi
syafa ’at” (Lihat:KitabWafa’ al-Wafa’
bi Akhbar Daarul Mustafakarya as-
Samhudi Jilid 2 halaman 1374)
C. As-Syaukani az-Zaidi pernah
menyatakan akan legalitas tawassul
dalam kitab karyanya yang berjudul
“ Tuhfatudz Dzakiriin” : Mengatakan:
“Dan bertawassul kepada Allah
swt.melaluipara nabi dan manusia
sholeh ”.(Lihat:KitabTuhfatudz
Dzakiriinhalaman 37)
D. Abu Ali al-Khalal salah seorang
tokoh madzhab Hanbali pernah
menyata- kan: “Tiada perkara yang
membuatku gunda kecuali aku
pergike kuburanMusa bin Ja ’far
(keturunan Rasulullah saw. yang
kelima pen.) dan aku ber tawasul
kepadanya melainkan Allah akan
memudahkannya bagiku sebagai-
mana yang
kukehendaki ” (Lihat:KitabTarikh
Baghdadjilid 1 halaman 120 dalam
bab kuburan-kuburan yang berada di
Baghdad).
E. Imam an-Nawawi dalam kitab ‘al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzab’ (Jilid: 5
Halaman: 68) : DalamKitabus-
Shalatdan dalamBabus-Shalatul-
Istisqo ’yang menukil riwayat bahwa
Umar bin Khattab telah memohon
do ’a hujan melalui Abbas (paman
Rasulallah) dengan menyatakan: ‘Ya
Allah, dahulu jika kami tidak
mendapat hujan maka kami
bertawassul kepada-Mu melalui Nabi
kami, lantas engkau
menganugerahkan hujan kepada
kami. Dan kini, kami bertawassul
kepada-Mu melalui paman Nabi-Mu,
maka turunkan hujan bagi kami ’.
Kemudian turunlah hujan”.(Ibnu
Hajar juga menyatakan bahwa; Abu
Zar ’ah ad-Damsyiqi juga telah
menyebutkan kisah ini dalam kitab
sejarahnya dengan sanad yang
shohih).
F. Ibnu Hajar dalam kitab ‘Fathul
Bari’(Syarah kitab Shohih al-Bukhari)
pada jilid:2 halaman: 399 :
Menjelaskan peristiwa permintaan
hujan oleh Umar bin Khatab melalui
Abbas, menyatakan: “Dapat diambil
suatu pelajaran dari kisah Abbas ini
yaitu,dimustahabkan(sunah) untuk
memohon hujan
melaluipemilikkeutamaan dan
kebajikan, juga ahlul bait (keluarga)
Nabi ”.
G. Ibnu Atsir dalam kitab ‘Usud al-
Ghabah’(Jilid: 3 Halaman: 167) :
Menjelaskan tentang pribadi
(tarjamah) Abbas bin Abdul Mutthalib
pada nomor ke-2797menyatakan:
“ Sewaktu orang-orang dianugerahi
hujan, mereka berebut
untukmenyentuhi Abbasdan
mengatakan: ‘Selamat atasmu
wahaipenurun hujanuntuk Haramain’.
Saat itu para sahabat mengetahui,
betapa keutamaan yang dimiliki oleh
Abbas sehingga mereka
mengutama- kannya dan
menjadikannya sebagai rujukan
dalam bermusyawarah ”.
Dalam kitab yang samaini
disebutkan bahwaMuawiyahtelah
memohon hujan melaluiYazid bin al-
Aswaddengan mengucapkan: ‘Ya
Allah, kami telah meminta hujan
melaluipribadiyang paling baik dan
utama di antara kami (sahabat). ’ Ya
Allah, kami meminta hujan melalui
diriYazid bin al-Aswad ’. Wahai Yazid,
angkatlah kedua tanganmu kepada
Allah. Kemudian ia mengangkat
kedua tangannya diikuti oleh
segenap orang (yang berada di
sekitanya). Maka mereka
dianugerahi hujan sebelum orang-
orang kembali ke rumah masing-
masing ’.
H.IBNU TAIMIYAH MEMBOLEHKAN
TAWASSUL : Dahulu Rasulullah saw.
mengajarkan seseorang tentang tata
cara memohon kepada Allah swt.
dengan menyeru Nabi untuk
bertawassul kepadanya, dan
meminta kepada Allah agar
mengabulkan syafa ’atnya (Nabi)
dengan mengatakan:“Wahai
Muhammad, Wahai Rasulullah!
Sesungguhnya aku bertawassul
denganmu kepada Tuhanku dalam
memenuhi hajatku agar dikabulkan
untuk ku. Ya Allah, terimalah
bantuannya padaku ”). (Kitab
“Majmu’atur Rasa’il wal Masa’il”
karya Ibnu Taimiyah 1/18)
I. IBNU TAIMIYAH MENSOHIHKAN
HADITS SAHABAT BERTAWASSUL
KEPADA NABI MUHAMMAD YANG
SUDAH WAFAT :
ImamMujahidmeriwayatkan hadits
dari Abdullah bin ‘Abbas sebagai
berikut:“Seorang yang menderita
penyakit kejang kaki datang kepada
‘ Abdullah bin ‘Abbas ra. Kepadanya
‘Abdullah bin ‘Abbas berkata:
‘Sebutlah orang yang paling kau
cintai !’ Orang itu lalu menyebut;
‘Muhammad saw’.! Seketika itu juga
lenyaplah penyakitnya“. Ibnu
Taimiyyah juga mengetengahkan
riwayat ini dalam kitabnyaAl-
Kalimut-Thayyibbab 47 halaman
165.
http://apresiasi-
rofiuddin.blogspot.com/2010/10/
tawassul-istighosah-sholawat-
badar.html

YASIN, TAHLIL, TALQIN, KIRIM DOA, SEMUANYA ADALAH SUNNAH

Hadits tentang wasiat Ibnu Umar ra
yang tertulis dalam syarah Aqidah
Thahawiyah hal. 458 : “Dari Ibnu
Umar ra : “Bahwasanya beliau
berwasiat agar diatas kuburnya nanti
sesudah pemakaman dibacakan
awal-awal surat al-Baqarah dan
akhirnya.. ”.
“Dari Ibnu Umar ra: “Bahwasanya
beliau berwasiat agar diatas
kuburnya nanti sesudah pemakaman
dibacakan awal-awal surat al-
Baqarah dan akhirnya.. ”.
Hadits ini menjadi pegangan
Muhammad bin Hasan dan Imam
Ahmad bin Hanbal padahal Imam
Ahmad ini sebelumnya termasuk
orang yang mengingkari sampainya
pahala amalan dari orang yang hidup
pada orang yang telah mati. Namun
setelah beliau mendengar dari orang-
orang kepercayaan tentang wasiat
Ibnu Umar ini beliaupun mencabut
pengingkar- annya itu (Mukhtasar
Tazkirah Qurtubi hal. 25).
Ada hadits yang serupa dalam Sunan
Baihaqi dengan isnad Hasan:
"Bahwasanya Ibnu Umar menyukai
agar dibaca diatas pekuburan
sesudah pemakaman awal surat Al-
Baqarah dan akhirnya ”.
Perbedaan dua hadits terakhir diatas
ialah yang pertama adalah wasiat
Ibnu Umar sedangkan yang kedua
adalah pernyataan bahwa beliau
menyukai hal tersebut.
Hadits dari Ibnu Umar ra. bahwa
Rasulallah saw.bersabda : ”Jika mati
seorang dari kamu, maka janganlah
kamu menahannya dan segeralah
mem- bawanya kekubur dan
bacakanlah Fatihatul Kitab disamping
kepalanya ”. (HR. Thabrani dan
Baihaqi)
Abu Hurairah ra.meriwayatkan
bahwasanya Nabi saw. bersabda :
“ Barangsiapa yang berziarah di
kuburan, kemudian ia membaca ‘Al-
Fatihah’, ‘Qul Huwallahu Ahad’ dan
‘Alhaakumut takatsur’, lalu ia berdo’a
Ya Allah, kuhadiahkan pahala
pembacaan firman-Mu pada kaum
Mu ’minin dan Mu’minat penghuni
kubur ini, maka mereka akan
menjadi penolong baginya (pemberi
syafa ’at) pada hari kiamat”.
Hadits-hadits diatas atau hadits-
hadits lainnya dijadikan dalil yang
kuat oleh para ulama untuk
menfatwakan sampainya pahala
pembacaan Al-Qur ’an bagi orang
yang telah wafat. Apa mungkin para
sahabat Nabi seperti Ibnu ‘Umar dan
Abu Hurairah [ra] mengeluarkan
kata-kata yang mengandung ilmu
gaib (yaitu mengenai imbalan
pahala) tidak dari Rasulallah saw.
atau meriwayatkan sesuatu amalan
yang berbau kesyirikan atau
larangan dalam agama Islam?
Mereka berdua adalah termasuk
salah satu tokoh dari golongan Salaf
Sholeh, mengapa golongan
pengingkar ini menolaknya ?
Imam Nawawi dalam Syahrul
Muhadzdzib mengatakan:
‘ Disunnahkan bagi orang yang
berziarah kekuburan membaca
beberapa ayat Al-Qur ’an dan berdo’a
untuk penghuni kubur’.
Imam Nawawi menyimpulkan
bahwa membaca Al-Qur ’an bagi
arwah orang-orang yang telah wafat
dilakukan juga oleh kaum Salaf
(terdahulu). Pada akhirnya Imam
Nawawi mengutip penegasan
Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin
Taimiyah (Ibnu Taimiyyah) sebagai
berikut : "Barangsiapa berkeyakinan
bahwa seorang hanya dapat
memperoleh pahala dari amal
perbuatannya sendiri, ia
menyimpang dari ijma ’ para ulama
dan dilihat dari berbagai sudut
pandang keyakinan demikian itu
tidak dapat dibenarkan ”.
Juga keterangan singkat yang
diungkapkan seorang ulama
terkemuka di Indonesia Ustadz
Quraish Shihab dalam bukunya
Fatwa-fatwa Seputar ibadah dan
Muamalah halaman 27 mengenai
‘berdo’a dan membacakan Al-Qur’an
untuk orang mati’ adalah sebagai
berikut :
“Berdo’a untuk kaum Muslimin yang
hidup atau yang sudah wafat adalah
anjuran agama. Membaca Al-Qur ’an
juga merupakan salah satu bentuk
ibadah yang dianjurkan. Hanya saja,
terdapat perbedaan paham di
kalangan para ulama masalah
bermanfaat atau tidaknya bacaan itu
bagi orang yang telah wafat.
Memang, dalam kitab-kitab hadits,
ditemukan yang menganjurkan
pembacaan Al-Qur ’an bagi orang
yang akan atau telah wafat.
Diantara- nya, Abu Dawud
meriwayatkan bahwa sahabat Nabi,
Ma ’qil bin Yasar, menyatakan bahwa
Nabi saw. bersabda: ‘Bacalah surat
Yaa Sin untuk orang-orang yang
(akan atau sudah) mati (dari kaum
Muslim )’
.
Nilai keshohihan hadits diatas ini dan
semacamnya masih ada yang
memper selisihkannya. Sekalipun
ada golongan yang mengatakan
hadits-hadits tersebut lemah atau
tidak ada sama sekali tidak ada
halangan untuk membaca ayat Al-
Qur ’an bagi orang yang akan wafat
atau telah wafat. Dikalangan para
ulama hadits, dikenal kaidah yang
menyatakan bahwa hadits-hadits
yang tidak terlalu lemah dapat
diamalkan khususnya dalam bidang
fadhail (keutamaan) !
Para Ulama juga menyatakan bahwa
membaca Al-Qur ’anpada dasarnya
dibenarkan oleh agama dan
mendapat pahala, kapan (kecuali
orang yang sedang junub/haid –pen.)
dan dimanapun berada (kecuali di
wc –pen.). Diantara perselisihan ulama
itu adalah ‘Apakah dapat diterima
hadiah pahala bacaan tersebut oleh
almarhum atau tidak! (Jadi bukan
masalah pembacaannya! –pen.)
Sementara madzhab Abu Hanifah,
Ahmad bin Hanbal, berpendapat
pahalanya dapat diterima oleh yang
telah mati. Kemudian Imam Al-Qarafi
yang bermadzhab Maliki ini menutup
keterangannya bahwa persoalan ini
(pahala untuk yang wafat),
walaupun diperselisihkan, tidak wajar
untuk ditinggalkan dalam hal
pengamalannya. Sebab, siapa tahu,
hal itu benar-benar dapat diterima
oleh orang yang telah wafat, karena
yang demikian itu berada diluar
jangkauan pengetahuan kita.
Perbedaan pendapat terjadi bukan
pada hukum boleh tidaknya
membaca Al-Qur ’an untuk orang
yang akan atau telah wafat,
melainkan pada kenyataan sampai
tidaknya pahala bacaan itu kepada si
mayit !“ Demikianlah keterang- an
yang diungkapkan oleh Ustadz
Quraish Shihab dalam bukunya
‘ Fatwa-fatwa seputar ibadah dan
muamalah’.
Untuk mempersingkat halaman,
penulis ingin mengutip sebagian saja
nama ulama-ulama pakar dan kitab
mereka yang mengakui sampainya
hadiah pahala bacaan yang ditujukan
untuk si mayit diantaranya sebagai
berikut:
“Imam Ahmad bin Hanbal; ulama-
ulama dalam madzhab Hanafi, Maliki
dan Syafi ’i; Muhammad bin Ahmad
al-Marwazi dalam kitab Hujjatu Ahli
Sunnah Wal-Jama ’ah hal.15 ; Syaikh
Ali bin Muhammad bin Abil Iz (Syarah
Aqidah Thahawiyah hal. 457); Dr.
Ahmad Syarbasi ( Yasaluunaka fid
din wal-hayat 3/413 ); Ibnu
Taimiyyah (Yasaluunaka fid din wal-
hayat jilid 1/442 ) ; Ibnul Qayyim al-
Jauziyyah (Yasaluunaka fid din wal-
hayat jilid 1/442) juga Ibnul Qayyim
dalam kitabnya Ar-Ruh mengatakan
bahwa “Al-Khallal dalam kitabnya Al-
Jami’ “ sewaktu membahas ‘Bacaan
disamping kubur’ ; Al-Allamah
Muhammad al-Arobi (Majmu’
Tsholatsi Rosaail ) ; Imam Qurtubi
( Tazkirah Al-Qurtubi hal. 26 ) ; Imam
Sya ’bi mengatakan: ‘Orang-orang
Anshor jika ada diantara mereka
yang wafat, maka mereka
berbondong-bondong kekuburnya
sambil membaca Al-Qur ’an
disampingnya (kuburan nya)’.
Ucapan Syekh Sya’bi ini dikutip oleh
Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ar-Ruh
halaman 13; Ibnu Taimiyyah dalam
Majmu ’ Fatawa.
Dan masih banyak lagi ulama-ulama
berbeda madzhab yang
membenarkan hadiah pahala bacaan
ini. Jadi jelas bagi kita setelah
membaca dan meneliti kutipan pada
lembaran sebelum dan berikut ini
banyak haditsNabi saw. serta anjuran
para sahabat dan ulama-ulama
pakartentang dibolehkannya serta
sampainya pahala amalan orang
yang masih hidupditujukan kepada si
mayyit.Disamping itu, semua
madzhab sepakat bahwa
pembacaan Al-Qur ’an akan
mendapat pahala bagi pembacanya
kapan dan dimanapun, yang mana
pahala itu selalu diharapkan oleh
setiap muslim.
Kita tidak boleh langsung menuduh
semua amalan yang menurut
pendapat sebagian ulama haditsnya
terputus, lemah, palsu, atau tidak ada
haditsnya dan sebagainya itu haram
untuk diamalkannya. Kita harus
meneliti lebih jauh lagi bagaimana
pendapat ulama lainnya dan harus
meneliti apakah amalan tersebut
menyalahi atau keluar dari syariat
yang telah digariskan Islam atau
tidak ?, bila tidak menyalahi syari ’at
Islam, boleh dijalankan ! Apalagi
amalan-amalan yang masih
mempunyai dalil maka tidak ada
alasan orang untuk mengharamkan,
mensesatkan atau membid ’ahkan
sesat amalan-amalan tersebut
karena tidak sependapat dengan
mereka, menghukum suatu amalan
sebagai haram, harus
mengemukakan dalil yang jelas dan
shohih dari Rasulallah saw. Mari kita
teruskan membaca dalil-dalil
mengenai pembacaan Al-Qur’an
yang bermanfaat bagi orang yang
akan atau sudah wafat berikut ini :
"Bacalah Yaa Siin bagi orang-orang
yang (akan atau telah) meninggal
diantara kalian (muslimin )’.
Riwayat serupa oleh Abu Hurairah ra
juga telah dicatat oleh Abu Ya ’la
dalam Musnad beliau dan Hafidz ibn
Katsir telah mengklasifikasikan rantai
periwayatnya (sanadnya) sebagai
Hasan/baik (lihat Tafsiir Ibn Katsiir
Juz 3 hal. 570).
Al-Baihaqi dalam Sya’bul Iman
menjelaskan sebuah hadits riwayat
Mi ’qal bin Yasar bahwa Rasulallah
saw. bersabda : “Barangsiapa
membaca Yaa Sin semata-semata
demi keridhaan Allah, ia memperoleh
ampunan atas dosa-dosanya yang
telah lalu. Karena itu hendaklah
kalian membacakan Yaa Sin bagi
orang yang (akan atau telah) wafat
diantara kalian (muslimin)”. (Hadits
ini disebutkan juga dalam Al-Jami’us
Shaghier dan Misykatul Mashabih).
Ma’aqal ibn Yassaar ra
meriwayatkan bahwa Rasulallah saw.
bersabda; “Yasin adalah kalbu (hati)
dari Al-Qur’an. Tak seorang pun yang
membacanya dengan niat
menginginkan Akhirat melainkan
Allah akan mengampuninya. Bacalah
atas orang-orang yang (akan dan
telah) wafatdiantaramu. ” (Sunan Abu
Dawud). Imam Hakim
mengklasifikasikan hadits ini sebagai
Shohih/ Autentik, lihat Mustadrak al-
Haakim juz 1, halaman 565; lihat juga
at-Targhiib juz 2 halaman 376.
Hadits yang serupa juga
diriwayatkan oleh Hafidz As–Salafi
(Mukhtasar Al-Qurtubi hal. 26).
Imam Ahmad bin Hanbal
meriwayatkan dalam Musnad-nya
dengan sanad dari Safwaan bahwa ia
berkata: “Para ulama biasa berkata
bahwa jika Yaasin dibaca oleh orang-
orang yang akan wafat, Allah akan
memudahkan maut itu
baginya. ” (Lihat tafsir Ibnu Katsir jild
3 halaman 571).
Dari Jund bin Abdullah ra.
meriwayatkan bahwa Nabi saw
bersabda: “Barang siapa membaca
Surat Yaasin pada malam hari
dengan niat mencari ridha Allah
dosa-dosanya akan
diampuni ” (Imam Malik bin Anas,
dalam kitabnya Al Muwattha’). Ibnu
Hibban menshohihkannya (lihat
shohih Ibn Hibban jilid 6 halaman
312, juga lihat At Targhiib jilid 2 hal.
377).
Lihat hadits ini pahala tertentu
bacaan Yaasin Allah swt akan
mengampuni dosa-dosa si
pembacanya. Manfaat
pengampunan ini yang selalu
diharap- kan oleh setiap Muslimin !!
Riwayat serupa dari Abu Hurairah ra
juga dicatat oleh Abu Ya ’la dalam
Musnadnya dan Ibnu Kathir telah
mengklasifikasikan rantai perawinya
sebagai Hasan/baik. (Lihat tafsir Ibnu
Katsir jilid 3 hal.570).
Syaikh Muhammad Al-‘Arabi At-
Tibani, seorang ulama Masjidil Haram
dalam risalahnya yang berjudul
Is ’aful Muslimin wal Muslimat bi
Jawazil Qira’ah wa Wushulu
Tsawabiha Lil Amwat mengatakan
membaca Al-Qur ’an itu dapat sampai
kepada arwah orang yang telah
meninggal.
Juga mengenai fadhilah/pahala
membaca surat Al-Ikhlas, Abu
Muhammad As-Samarkandy, Ar-Rafi’i
dan Ad-Darquthni, masing-masing
menunjuk sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib kw bahwa Rasulallah
saw. bersabda:
Ma’aqal ibn Yassaar ra
meriwayatkan bahwa Rasulallah saw.
bersabda; “Barangsiapa lewat melalui
kuburan, kemudian ia membaca ‘Qul
Huwallahu Ahad’ sebelas kali dengan
niat menghadiahkan pahalanya pada
para penghuni kubur, ia sendiri akan
memperoleh pahala sebanyak orang
yang mati disitu (atau mendapat
pahala yang diperoleh semua
penghuni kubur )”.
Berdasarkan riwayat surat Yaasin
yang cukup banyak maka ulama-
ulama pakar atau orang-orang
lainnya yang memegang hadits-
hadits ini, mengamal kannya baik
secara individu atau berkelompok
sebagai amalan tambahan. Hadits-
hadits diatas mengenai keistemewa
an dan pahala-pahala tertentu surat
Yaasin.
Mari kita rujuk lagi hadits-
haditsmengenai pahala-pahala dan
keistemewaan tertentu surat Al-
Qur ’an selain surat Yaasin. Walaupun
kita setiap hari membaca berulang-
ulang hanya satu surat saja dari Al-
Qur ’an tersebut akan tetap dapat
pahala bagi yang membacanya
karena termasuk ayat Al-Qur ’an dan
tidak ada satu hadits atau ayat ilahi
yang melarang orang membaca
hanya satu ayat dari Al-Qur ’an. Dan
tidak ada satu orang pun dari kaum
muslimin yang mengamalkan ini
berkeyakinan atau mengatakan
bahwa Al-Qur ’an itu hanya terdiri dari
satu ayat yang dibaca itu saja serta
mengharus- kan/mewajibkan orang
membaca hanya ayat itu saja !
Golongan pengingkar ada yang
mengatakan bahwa Ibnul Qayyim
berkata : “Barangsiapa membaca
surat ini akan diberikan pahala begini
dan begitu semua hadits tentang itu
adalah Palsu! Beliau dengan alasan
bahwa orang-orang yang
memalsukan hadits-hadits itu telah
mengakuinya sendiri bahwa tujuan
mereka membuat hadits palsu
tersebut adalah agar manusia sibuk
dengan membaca surat-surat
tertentu dari Al Qur ’an serta
menjauhkan mereka membaca isi Al
Quran yang lain ” !!!
Umpama saja Ibnul Qayyim benar
berkata demikian, ini juga bukan
suatu dalil/hujjahuntuk melarang
membaca ayat-ayat tertentu dari
ayat Al-Qur ’an, karena tidak sedikit
haditsyang menyebutkan
keistemewaan tertentu dan pahala
tertentu pada ayat-ayat Al-Quran,
dengan demikian pendapat Ibnul-
Qayyim terbantah dengan hadits-
hadits tentang bacaan surat Yasin
diatas dan surat-surat lain berikut ini :
Hadits dari Abu Sa’id ra bahwa Nabi
saw bersabda: ‘Apakah kalian
sanggup membaca sepertiga (1/3)
Qur ’an dalam satu malam?’ Rupanya
hal itu memang terasa berat bagi
mereka, maka jawab mereka: ‘Siapa
pula yang akan sanggup melakukan
itu diantara kami, ya Rasulallah !’.
Maka sabda Nabi saw ’Allaahul
wahidus shamad ’ maksudnya surat
Al Ikhlas adalah sepertiga dari Al-
Qur ’an”.(HR.Bukhori, Muslim dan An-
Nasa’i)
Ada riwayat yang serupa dari Abu
Hurairah ra yang diriwayatkan oleh
Muslim.
Lihat hadits diatas ini termasuk juga
sebagai pahala tertentu, siapa baca
sekali surat Al-Ikhlas sudah memadai
seperti baca sepertiga ayat dari Al-
Qur ’an.Disini tidak berarti kita
mengharuskan dan hanya membaca
surat Al-Ikhlas saja, seperti isu-isu
belaka golongan pengingkar ini !
Hadits dari Abu Sa’id Al Khudri ra
bahwa Nabi saw bersabda: ‘Adanya
Rasulallah saw. berlindung dari
gangguan jin dan mata manusia
dengan beberapa do ’a, tetapi setelah
diturunkan kepadanya
Almu ’awwidatain (Surat Al-Falaq dan
An-Naas), beliau saw. membaca
keduanya itu dan meninggalkan
segala do ’a-do’a lainnya’. (HR At
Tirmidzi)
Hadits diatas ini menunjukkan dua
surat (Al-Falaq dan An-Naas)
mempunyai keistemewaan tertentu
juga, bisa menghalangi dan menolak
gangguan jin dan mata manusia.
Juga mendapat pahala yang
membacanya. Disini tidak berarti
orang mempunyai firasat bahwa Al-
Qur ’an hanya terdiri dari surat Al-
Falaq dan An-Naas saja dan kita
hanya diharuskan membaca dua
surat tersebut serta menjauhi ayat
Al-Qur ’an lainnya !
Hadits dari Abu Mas’ud Al Badry ra
berkata, bersabda Nabi saw: ‘Siapa
yang membaca dua ayat dari akhir
surat Al-Baqoroh pada waktu malam
telah mencukupinya ’. (HR.Bukhori
dan Muslim).
Kata-kata telah mencukupinya
dalam hadits itu berarti ia telah
terjamin keselamatannya dari
gangguan syaithon pada malam itu.
Ini juga termasuk keistemewaan
tertentu dari dua ayat terakhir dari
surat Al Baqoroh (yaitu dimulai dari
Aamanar Rosuulu bimaa unzila ilaihi
ayat 285 …sampai akhir ayat al
Baqoroh Disini tidak berarti orang
mempunyai firasat bahwa Al-Qur’an
hanya terdiri dari surat Al-Baqoroh
dan kita hanya diharuskan membaca
surat tersebut serta menjauhi ayat
Al-Qur ’an lainnya!
Hadits dari Abu Hurairah ra,
Rasulallah saw bersabda: ‘Didalam
Qur’an ada surat berisi tiga puluh
ayat dapat membela seseorang
hingga diampunkan baginya yaitu
Tabarokalladzi Biyadihil Mulku (surat
Al-Mulk )’.(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan
keistemewaan dan pahala tertentu
juga bahwa siapa yang
membacanya akan dapat
membelanya dan mengampunkan
dosanya ! Pahala pengampunan ini
sangat diharapkan oleh semua kaum
muslimin. Disini tidak berarti orang
mempunyai firasat bahwa Al-Qur ’an
hanya terdiri dari surat Al-Mulk saja
dan kita hanya diharuskan membaca
surat tersebut serta menjauhi ayat
Al-Qur ’an lainnya !
Hadits dari Abu Hurairah ra Nabi saw
bersabda: ‘Jangan kamu menjadikan
rumahmu bagaikan kubur (hanya
untuk tidur belaka), sesungguhnya
setan lari dari rumah yang dibacakan
padanya surat Al-Baqoroh ’.
(HR.Muslim)
Hadits ini juga mempunyai
keistemewaan tertentu Al-Baqoroh
bisa mengusir setan dari rumah kita.
Disini tidak berarti orang mempunyai
firasat bahwa Al-Qur ’an hanya terdiri
dari surat Al-Baqoroh saja dan kita
hanya diharuskan membaca surat
tersebut serta menjauhi ayat Al-
Qur ’an lainnya !
Hadits dari Abu Darda ra, Sabda
Rasulallah saw : ‘Siapa yang hafal
sepuluh ayat dari permulaan surat
Al-Kahfi, akan terpelihara dari
godaan fitnah Dajjal ’. (HR.Muslim).
Dalam lain riwayat: ‘Sepuluh ayat
dari akhir surat Al Kahfi’
.
Hadits ini menunjukkan
keistemewaan tertentu yaitu siapa
yang dapat menghafal dan
membacanya dari ayat tersebut,
terhindar dari fitnahan Dajjal. Disini
tidak berarti orang mempunyai
firasat bahwa Al-Qur’an hanya terdiri
dari 10 ayat dari surat Al-Kahfi saja
dan kita hanya diharuskan membaca
surat tersebut serta menjauhi ayat
Al-Qur ’an lainnya!
Dan masih banyak lagi mengenai
keistemewaan dan pahala tertentu
mengenai Ayat Kursi, ayat Al-Fatihah
(Ummul Kitab/ibunya Qur ’an),
mengenai keutamaan mengucapkan
Laa ilaaha illallah, membaca Tasbih,
Takbir dan Sholawat atas Nabi saw.
dan sebagainya yang tidak saya
sebutkan satu persatu disini. Juga
pahala-pahala tertentu amalan-
amalan puasa, sholat dan
sebagainya.
Apakah semua hadits-hadits
keistemewaan dan pahala tertentu
tersebut diatas yang diriwayatkan
oleh perawi-perawi terkenal adalah
hadits palsu ? Apakah dengan
adanya hadits-hadits tersebut, orang
mempunyai firasat hanya harus
membaca ayat-ayat tertentu itu dan
meniadakan ayat Al-Qur ’an lainnya ?
Sudah Tentu Tidak !
Pandangan yang demikian itu
menunjukkan kedangkalan ilmu
serta kefanatikan golongan
pengingkar ini terhadap fahamnya
sendiri sehingga semua hadits yang
tidak sefaham dengan mereka
dianggap tidak ada, palsu, lemah dan
melarang dan lain sebagainya ! Saya
berlindung pada Allah swt.. dalam hal
ini.
http://apresiasi-
rofiuddin.blogspot.com/2010/10/
tahlilan-yasinan-talqin-baca-quran-
di.html

Selasa, 07 Desember 2010

DOA UNTUK MAYIT, APAKAH BISA SAMPAI.??

Apakah do ’a, bacaan Al-
Qur’an, tahlil dan
shadaqoh itu pahalanya
akan sampai kepada
orang mati? Dalam hal ini
ada segolongan yang
yang berkata bahwa do ’a,
bacaan Al-Qur’an, tahlil
dan shadaqoh tidak
sampai pahalanya kepada
orang mati dengan alasan
dalilnya, sebagai berikut:
ْنَاَو َسْيَل
ِنسْنءِالْلِل َّالِا
ىَعَساَم
“ Dan tidaklah bagi
seseorang kecuali apa
yang telah dia kerjakan”.
(QS An-Najm 53: 39)
Juga hadits Nabi
MUhammad SAW:
َتاَماَذِا ُنْبا
َمَدا َعَطَقْنِا
ُهُلَمَع َّالِا ْنِم
ٍثَالَث ٍةَقَدَص
ٍةَيِراَج ٍمْلِعْوَا
ُعَفَتْنُي ِهِب
ٍدَلَوْوَا ٍحِلاَص
ُهَلْوُعْدَي
“ Apakah anak Adam mati,
putuslah segala amal
perbuatannya kecuali tiga
perkara; shadaqoh jariyah,
ilmu yang dimanfa ’atkan,
dan anak yang sholeh
yang mendo ’akan dia.”
Mereka sepertinya, hanya
secara letterlezk (harfiyah)
memahami kedua dalil di
atas, tanpa
menghubungkan dengan
dalil-dalil lain. Sehingga
kesimpulan yang mereka
ambil, do ’a, bacaan Al-
Qur’an, shadaqoh dan
tahlil tidak berguna bagi
orang mati. Pemahaman
itu bertentangan dengan
banyak ayat dan hadits
Rasulullah SAW beberapa
di antaranya
َنْيِذَّلاَو
ْنِماْوُءاَج ِدْعَب
ْمِه َنْوُلْوُقَي
اَنَلْرِفْغااَنَّبَر
َنْيِذَّلااَنِنَوْخءِالَو
اَنْوُقَبَس
نميْءِالْاِب
“ Dan orang-orang yang
datang setelah mereka,
berkata: Yaa Tuhan kami,
ampunilah kami dan
ampunilah saudara-
saudara kami yang telah
mendahului kami dengan
beriman.” (QS Al-Hasyr
59: 10)
Dalam hal ini hubungan
orang mu ’min dengan
orang mu’min tidak putus
dari Dunia sampai
Akherat.
َكِبْنَذِلْرِفْغَتْساَو
َنْيِنِمْؤُمْلِلَو
ِتنِمْؤُملْاَو
“ Dan mintalah engkau
ampun (Muhammad)
untuk dosamu dan dosa-
dosa mu ’min laki dan
perempuan.” (QS
Muhammad 47: 19)
َلَأَس ٌلُجَر
َّىِبَّنلا َّلَص
ُهللا ِهْيَلَع
َمَّلَسَو َلاَقَف
َلْوُسَراَي ِهللا
َّنِا ىِمُا ْتَتاَم
اَهُعَفْنَيَفا ْنِا
َتْقَّدَصَت اَهْنَع ؟
َلاَق ْمَعَن
“ Bertanya seorang laki-laki
kepada Nabi SAW; Ya
Rasulullah sesungguhnya
ibu saya telah mati,
apakah berguna bagi
saya, seandainya saua
bersedekah untuknya?
Rasulullah menjawab; yaa
berguna untuk
ibumu. ” (HR Abu Dawud).
Dan masih banyak pula
dalil-dalil yang
memperkuat bahwa
orang mati masih
mendapat manfa ’at do’a
perbuatan orang lain. Ayat
ke 39 Surat An-Najm di
atas juga dapat diambil
maksud, bahwa secara
umum yang menjadi hak
seseorang adalah apa
yang ia kerjakan, sehingga
seseorang tidak
menyandarkan kepada
perbuatan orang, tetapi
tidak berarti
menghilangkan perbuatan
seseorang untuk orang
lain.
Di dalam Tafsir ath-
Thobari jilid 9 juz 27
dijelaskan bahwa ayat
tersebut diturunkan tatkala
Walid ibnu Mughirah
masuk Islam diejek oleh
orang musyrik, dan orang
musyrik tadi berkata;
“ Kalau engkau kembali
kepada agama kami dan
memberi uang kepada
kami, kami yang
menanggung siksaanmu
di akherat ”.
Maka Allah SWT
menurunkan ayat di atas
yang menunjukan bahwa
seseorang tidak bisa
menanggung dosa orang
lain, bagi seseorang apa
yang telah dikerjakan,
bukan berarti
menghilangkan pekerjaan
seseorang untuk orang
lain, seperti do ’a kepada
orang mati dan lain-
lainnya.
Dalam Tafsir ath-Thobari
juga dijelaskan, dari
sahabat ibnu Abbas;
bahwa ayat tersebut telah
di-mansukh atau
digantikan hukumnya:
ِنَع ىِنْبا ٍساَّبَع:
ُهُلْوَق ىلاَعَت
ْنَأَو َسْيَل
ِنسْنءِالِل َّالِا
اَم ىَعَس َلَزْنَأَف
ُهللا َدْعَب اَذه :
َنْيِذَّلاَو
ْمُهْتَعَبَّتاَواْوُنَمَأ
ْمُهُتَيِرُذ
ٍنميْءِاِب
ْمِهِباَنْقَحْلَأ
ْمُهَتَيِرُذ
َلَخْدَأَف ُهللا
َءاَنْبَألا
ِحَالَصِب
َةَّنَجلْاِءاَبالْا
“ Dari sahabat Ibnu Abbas
dalam firman Allah SWT
Tidaklah bagi seseorang
kecuali apa yang telah
dikerjakan, kemudian
Allah menurunkan ayat
surat At-Thuur; 21. “dan
orang-orang yang
beriman, dan yang anak
cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan,
kami pertemukan anak
cucu mereka dengan
mereka, maka Allah
memasukkan anak kecil ke
surga karena kebaikan
orang tua. ”
Syaekhul Islam Al-Imam
Ibnu Taimiyah dalam
Kitab Majmu ’ Fatawa jilid
24, berkata: “Orang yang
berkata bahwa do’a tidak
sampai kepada orang mati
dan perbuatan baik,
pahalanya tidak sampai
kepada orang mati, ”
mereka itu ahli bid’ah,
sebab para ulama’ telah
sepakat bahwa mayyit
mendapat manfa ’at dari
do’a dan amal shaleh
orang yang hidup.
ketika seseorang
menghadiahkan pahala
membaca al-Quran
kepada orang yang sudah
meninggal, para ulama
berbeda pendapat, apakah
pahalanya akan sampai
atau tidak. Imam Malik
dan Imam Syafi ’i
berpendapat pahalanya
tidak sampai. Sedangkan
Imam Abu Hanifah dan
Imam Ahmad
berpendapat pahalanya
sampai (Imam ad-
Dimasyqi, Rahmatul
Ummah, hal. 53; Imam
Mubarakfuri, Tuhfat al-
Ahwadzi, hadits No. 605;
Imam Syamsul Haq-
Abadi, ‘Aun al-Ma’bud,
hadits. No. 2494)
Ulama yang berpendapat
pahalanya tidak sampai
kepada si mati, berdalil
dengan ayat:
“ dan bahwasanya
seorang manusia tiada
memperoleh selain apa
yang telah
diusahakannya. ” (QS an-
Najm [53]: 39)
Ibnu Katsir
menyatakan, ”Dari ayat ini,
Imam Syafi’i dan para
pengikutnya
menyimpulkan bacaan al-
Quran tidak akan sampai
pahalanya jika dihadiahkan
kepada orang yang telah
mati. Sebab bacaan al-
Quran itu bukan berasal
dari perbuatan maupun
usaha si mati. “ (Tafsir
Ibnu Katsir, IV/259)
Namun para ulama yang
berpendapat pahalanya
sampai, berpendapat lain.
Mereka mengatakan
keumuman ayat di atas
telah dikecualikan (di-
takhsis) dengan berbagai
dalil khusus yang
menyatakan sampainya
pahala ibadah/ketaatan
kepada si mati (Imam
Syaukani, Fathul Qadir,
V/114).
Menurut Imam Syaukani
dalil sahnya hadiah pahala
bacaan al-Quran untuk
orang yang sudah mati
adalah sabda Nabi saw.,
“ Bacakanlah kepada
orang-orang yang sudah
meninggal di antara kamu
surat Yasin ” (Arab: iqra`uu
‘ala mautaakum yaasiin)
(HR Ahmad, Abu Dawud,
Ibnu Majah, Ibnu Hibban,
al-Hakim; hadits hasan,
Imam As-Suyuthi, al-Jami’
al-Shaghir, I/52).
Maksud mautaakum
dalam hadits itu ialah
“ orang-orang yang sudah
meninggal di antara
kamu ”, bukan “orang-
orang yang hendak
meninggal di antara
kamu ”. Demikian
penegasan Imam
Syaukani yang
mengartikan mautaakum
dalam makna hakikinya
(makna sebenarnya),
untuk membantah ulama
seperti al-Khaththabi yang
mengartikannya secara
majazi (kiasan), yaitu
“ orang-orang yang
hendak meninggal.” (Nailul
Authar, hal. 776-778;
Subulus Salam, II/91).
pendapat Imam Syaukani
ini, bahwa hadits itu
hendaknya diartikan
dalam makna hakikinya,
bukan makna majazinya.
Sebab sebagaimana
dinyatakan oleh Imam
Taqiyuddin an-Nabhani,
jika suatu kata dapat
diartikan secara hakiki dan
majazi secara bersamaan,
maka mengartikannya
dalam makna hakiki
adalah lebih kuat (rajih),
sedang mengartikannya
dalam makna majazi
adalah lemah (marjuh)
(asy-Syakhshiyyah al-
Islamiyah, III/143).
Atas dasar itulah, jika kita
menghadiahkan pahala
bacaan al-Quran kepada
Rasulullah saw., para
imam dan ulama, atau
saudara-saudara kita yang
sudah meninggal, insya
Allah pahalanya akan
sampai kepada mereka.
Namun jika saudara-
saudara kita masih hidup,
hadiah pahala bacaan al-
Qur`an itu tidak akan
sampai. Sebab di sini
berlaku mafhum
mukhalafah (pengertian
kebalikan) dari hadits di
atas, yaitu janganlah
kamu bacakan Yasin
kepada orang-orang yang
masih hidup di antara
kamu.

Kamis, 02 Desember 2010

MAJLIS DZIKIR PENJELASANNYA BAGAIMANA.??

Dzikir
kepada Allah juga
menjadi alat hamba
yang beriman untuk
menghapus dosa-
dosanya
sebagaimana janji
Allah SWT dalam Al-
Quran:
ِكاَّذلاَوَنيِر
َهَّللا اًريِثَك
ِكاَّذلاَوِتاَر
َّدَعَأ ُهَّللا
ْمُهَل
ًةَرِفْغَم
اًرْجَأَو
اًميِظَع
“ Allah
mempersiapkan
pengampunan dosa
dan ganjaran yang
mulia bagi kaum
muslimin dan
muslimat yang
berdzikir.” (QS. Al-
Ahzab:35)
Tidaklah duduk suatu
kaum yang berdzikir
menyebut nama
Allah kecuali akan
dinaungi para
malaikat, dipenuhi
mereka oleh rahmat
Allah dan diberi
ketenangan, karena
Allah menyebut-
nyebut nama mereka
di hadapan malaikat
yang ada di
sisinya. ” (Muslim,
At-Tirmidzi dan Ibnu
Majah).
Dan dengan berdzikir
kepada Allah SWT,
maka Allah SWT juga
akan selalu bersama
orang yang berdzikir,
dan dengan demikian
pertolongan dan
rahmat Allah SWT
juga akan selalu
tercurahkan
kepadanya.
Sementara itu, Bulan
suci Ramadhan ini
merupakan
kesempatan
berharga bagi setiap
muslim untuk
meningkatkan
volume dzikir kepada
Allah SWT guna
menggapai
kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Itulah
beberapa hal penting
yang mungkin dapat
kita jadikan landasan
untuk mencari
kebahagiaan hidup di
dunia ini dan juga
sebagai bekal untuk
menghadapi
kehidupan akhirat
nanti
dan kalau merka
kata katakan ini
hadis dho'if.
memamang
persoalan hadist ada
yang shohih lalu
didho'ifkan oleh
sebagian orang. dan
ada hadist yang
dho'if di shohihkan,
hal ini tergantung
darikemampuan ilmu
pengetahuan
tentang hadist
seseorang. saya rasa
hal ini tak masalah.
kita berbaik sangsa
saja pada sesama
muslim, wallohu'lam

TAWASSUL PENJELASANNYA BAGAIMANA.??

Tawassul artinya
menjadikan wasilah
atau pelantara.
Tawassul adalah
menjadikan wasilah
untuk mencapai
hajat dan tujuan.
Tawassul dalam
berdoa adalah
menjadikan suatu
sebagai wasilah
dalam doa dan
permohonan kepada
Allah Swt.
Di sini perlu
ditegaskan bahwa
tawassul tidak
berarti
“menuhankan”
atau
“ menyembah”.
Jangan menyalah-
pahami atau
membelokkan
makna tawassul. Di
dalam hadis2 Nabi
saw dijelaskan
bahwa tawassul ada
dua macam:
tawassul dengan zat
(diri) dan tawassul
dengan kedudukan
atau hak Rasulullah
saw dan para
kekasih Allah swt.
Dasar-dasar
Qur ’ani tentang
Tawassul:
اَهُّيَأَي
َنيِذَّلا
اوُنَماَء
اوُقَّتا َهَّللا
َو اوُغَتْبا
ِهْيَلِإ
َليِسَوْلاَة َو
اوُدِهَج ىف
ِهِليِبس
ْمكَّلَعَل
نوُحِلْفُت َ
“Wahai orang-
orang yang beriman,
bertakwalah kepada
Allah dan carilah
wasilah kepada-Nya,
dan bersungguh-
sungguhlah di jalan-
Nya agar kamu
menjadi orang-orang
yang
beruntung. ” (Al-
Maidah: 35).
َو ِهَّلل
ُءاَمسَألا
ىنسُْحلا
ُهوُعْداَف اَهب
“ Allah memiliki
asmaul husna, maka
berdoalah kepada
Allah melalui
melaluinya (nama-
namanya). ” (Al-
A’raf: 180)
َّنَأ َهَّللا
كُرشَبُي
ىيْحَيِب
اَقِّدصُم
ٍةَمِلكِب َنِّم
ِهَّللا
“ Sesungguhnya
Allah
membahagiakan
kamu dengan/
melalui Yahya, yang
membenarkan
kalimat yang datang
dari Allah.” (Ali-
Imran: 39).
مَيْرَماَي
ُ َّنِإ َهَّللا
ِكُرشَبُي
ٍةَمِلكِب
ُهْنِّم ُهُمسا
ُحيِسَمْلا
ىسيِع ُنْبا
َمَيْرَم
“ Wahai Maryam,
sesungguhnya Allah
membahagiakan
kamu melalui suatu
kalimat yang datang
dari-Nya namanya
Al-Masih Isa bin
Maryam.”(Ali-Imran:
45)
Tawassul di dalam
hadis2 Nabi saw:
Hadis Pertama:
Tawassul dengan diri
Nabi saw:
Dalam suatu riwayat
disebutkan: Utsman
bin Hanif datang
kepada Rasulullah
saw agar beliau
mendoakan kepada
Allah swt. Kemudian
beliau menyuruhnya
berwudhu ’ dan
melakukan shalat
dua rakaat dan
berdoa sebagai
berikut:
مهللا ينا كلأسا
هجوتاو كيلا
كيبنب يبن
ةمحرلا، اي دمحم ينا
هجوتا كب ىلا يبر
يف يتجاح
ىضقتل. مهللا
هعفش يف .
“Ya Allah, aku
memohon kepada-
Mu dan menghadap
kepada-Mu dengan/
melalui nabi-Mu nabi
pembawa rahmat.
Wahai Muhammad,
denganmu aku
menghadap kepada
Tuhanku agar Dia
menunaikan hajatku.
Ya Allah, jadikan dia
(Muhammad)
pemberi syafaat
bagiku. ”
Dalam kitabnya Ad-
Durar As-Saniyyah,
Zaini Dahlan mantan
mufti besar Mekkah
mengatakan bahwa
hadis ini shahih,
diriwayatkan oleh
Ibnu Majah, Al-Hakim
dalam
Mustadraknya, dan
As-Suyuthi dalam
kitab Jami ’nya.
Hadis tersebut
terdapat di dalam:
1. Sunan Ibnu Majah
1: 441, hadis ke 1385.
2. Musnad Ahmad 4:
138.
3. Mustadrak Ash-
Shahihayn, Al-Hakim
An-Naisaburi, jilid 1,
halaman 313.
4. Jami ’ Ash-
Shaghir As-Suyuthi,
halaman 59,
mengutip dari At-
Tirmidzi dan Al-
Hakim.
5. Al-Tajul Jami ’ 1:
286.
Hadis Kedua:
Tawassul dengan
hak para kekasih
Allah
Abu Said Al-Khudri
mengatakan bahwa
Rasulullah saw
bersabda:
نم جرخ نم هتيب ىلا
ةالصلا لاقف: مهللا
ينا كلأسا قحب
نيلئاسلا كيلع …
“Barangsiapa yang
keluar rumah untuk
melakukan shalat,
maka ucapkan: ‘Ya
Allah, aku memohon
kepada-Mu dengan
hak orang-orang
yang bermohon
pada-Mu …” (Sunan
Ibnu Majah 1: 256,
hadis ke 778).
Hadis ketiga:
Tawassul dengan
hak Rasulullah saw
Umar bin Khaththab
berkata bahwa
Rasulullah saw
bersabda:
اّمَل َبَنْذأ ُمدآ
بنذلا يذَّلا
ُهبَنْذأ، َعَفَر
ُهَسأَر ىلإ
ءامَّسلا َلاقَف :
َكُلَأْسأ
ّقَحِب دَّمَحُم
ّالإ َتْرَفَغ
يل. ىحوأَف هّللا
ِهْيَلإ: َو ْنَم
؟ٌدَّمَحُم
َلاقَف :
َكَرابَت
َكُمْسا، اّمَل
ُتْقلُخ
ُتْعَفَر
يسَأَر ىلإ
َكِشْرَع اذِإَف
ِهيف
ٌبوُتْكَم: ال هلإ
ّالإ هّللا و
ٌدَّمَحُم
ُلوُسَر هّللا،
ُتْلُقَف:
ُهَّنإ َسْيَل
ٌدَحأ ُمَظْعأ
َكَدْنِع ًارْدَق
نَّمِم َتْلَعَج
ُهَمْسا َعَم
َكِمْسا،
ىحْوأَف هيلإ
ُهَّنإ ُرِخآ
َنيّيِبنلا ْنِم
كِتَّيّرُذ،َ
الْوَلَو دّمحم
امَل َكُتْقَلَخ .
“Ketika Adam
melakukan dosa, ia
menengadahkan
kepalanya ke langit,
lalu berkata: Aku
memohon kepada-
Mu dengan hak
Muhammad kecuali
Kau ampuni aku.
Kemudian Allah
mewahyukan
kepadanya: Siapakah
Muhammad itu?
Adam berkata: Maha
Berkah nama-Mu,
ketika Kau ciptakan
aku, aku
menengadahkan
kepalaku ke Arasy-
Mu, maka di Arasy-
Mu tertulis: “Tiada
Tuhan kecuali Allah
dan Muhammad
utusan Allah. ”
Kemudian aku
berkata: “Tidak ada
seorang pun yang
lebih agung qadarnya
di sisi-Mu daripada
orang yang namanya
Kau jadikan bersama
nama-Mu. ”
Kemudian Allah
mewahyukan
kepadanya:
“ Sesungguhnya dia
adalah nabi yang
terakhir dari
keturunanmu, dan
sekiranya tidak ada
Muhammad niscaya
Aku tidak
menciptakan
kamu. ”
24 November jam 11:58 ·
Suka
Tanya Jawab
Masalah Islam Hadis
ini terdapat di dalam:
1. Mustadrak Al-
Hakim 2: 615.
2. Tafsir Ruhul
Ma ’ani, oleh Al-
Alusi, jilid 1/217, atau
tentang surat Al-
Baqarah: 37.
3. Tafsir Ad-Durrul
Mantsur, As-Suyuthi,
jilid 1/59, atau
tentang surat Al-
Baqarah: 37. ia
mengutip dari Ath-
Thabrani, Abu
Na ’im dan Al-
Baihaqi.
Hadis keempat:
Tawassul Nabi saw
dengan haknya dan
hak para Nabi (as)
sebelumnya.
امَل ْتَتام
ُةَمِطاف تْنِب
دَسأ، َلَخَد
اهْيَلَع ُلوُسَر
هللا ـ ىلص هللا هيلع
هلآو ملسو ـ
َسَلَجَف
َدْنِع اهِسْأَر
لاقَف: ِكَمِحَر
هّللا اي يّمُأ دعب
يّمُأ َّمُث اعَد
ُلوسَر هّللا
َةَماسُأ نب
دْيَز و ابأ
َبوُّيأ يراصنألا
َو َرَمُع نب
ِباَطَخْلا َو
ًامالُغ َدوْسأ
نوُرِفْحَي ،َ
اوُرَفَحَف
اهَرْبَق ،
اّمَلَف
اوُغَلَب
دْحَّللا
ُهَرَفَح
ُلوُسَر هّللا ـ
ىّلص هللا هيلع هلآو
ملسو ـ ِهِدَيِب
َو َجَرْخَأ
ُهَبارُت،
اّمَلَف َغرَف
َلَخَد ُلوُسَر
هّللا َعَجَطضاف
ِهيف َّمُث َلاق:
ُهّللا يذَّلا
ييْحُي َو
ُتيمُي َو َوُه
ٌّىَح ال
ُتوُمَي،
ْرِفْغِإ يّمُأل
َةَمِطاف
ِتْنِب دَسأ، َو
ْعِّسَو
اهْيَلَع
اهَلَخْدَم ،
ِّقَحِب
َكِّيِبَن َو
ءايبنألا َنيذَّلا
ْنِم يلْبَق .
“Ketika Fatimah
binti Asad (Ibunda Ali
bin Abi Thalib)
meninggal, Rasulullah
saw mendatanginya
lalu duduk di dekat
kepalanya dan
bersabda: “Semoga
Allah merahmatimu
wahai ibuku sesudah
ibuku. ” Kemudian
Rasulullah saw
memanggil Usamah
bin Zaid, Abu Ayyub
Al-Anshari, Umar bin
Khaththab, dan anak
yang berkulit hitam
untuk menggali
kuburan. Kemudian
mereka menggali
kuburannya. Setelah
Rasulullah saw
sampai di kuburnya
beliau menggalinya
dengan tangannya
sendiri dan
mengeluarkan tanah
darinya. Setelah
selesai menggali
kuburan Rasulullah
saw masuk ke dalam
liang lahadnya
kemudian beliau
berbaring di
dalamnya, lalu
berdoa: “Allah yang
menghidupkan dan
mematikan, Dialah
Yang Hidup dan tidak
mati, ampuni ibuku
Fatimah binti Asad,
dan luaskan
kuburnya atasnya
dengan hak nabi-Mu
dan hak para nabi
sebelumku. ”
Hadis ini
diriwayatkan oleh
Ath-Thabrani dalam
Al-Kabir wal-Awsath,
dan Ibnu Hibban dan
Al-Hakim, mereka
menshahihkan hadis
ini. (kitab Kasyful
Irtiyab fit tiba ’i
Muhammad bin Abdul
Wahhab, oleh Sayyid
Muhsin Al-Amin, hlm
321). Juga terdapat
dalam kitab Hilyatul
Awliya ’ oleh Abu
Na’im, jilid 3 hlm
121.
Zaini Dahlan mantan
Mufti besar Mekkah
menyatakan dalam
kitabnya “Ad-Durar
As-Saniyyah” hlm 8:
Hadis ini
diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah dari
Jabir, juga oleh Abdul
Bar dari Ibnu Abbas,
juga diriwayatkan
oleh Abu Na’im
dalam Hilyatul
Awliya ’ dari Anas
bin Malik, juga oleh
Jalaluddin As-Suyuthi
dari semua perawi
itu dalam kitabnya
Al-Jami ’ Al-Kabir.
Doa dan Tawassul
Imam Ali bin Abi
Thalib (sa):
…ِّقَحِب
دَّمَحُم َو ِلآ
دَّمَحُم
َكْيَلَع، َو
َكِّقَحِب
ِميظَعْلا
ْمِهْيَلَع ْنأ
َىِّلَصُت
ْمِهْيَلَع امَك
َتْنأ ُهُلْهأ َو
ْنأ ينَيِطْعُت
لَضْفأ ام
َتْيَطْعأ
نيلئاّسلا ْنِم
َكِدابِع
نيضامْلا َنِم
َنينمْؤملا، و
لَضْفأ ام
يطْعُت َنيقابلا
َنِم
ينِمؤُمْلاَن …
… Aku memohon
kepada-Mu dengan
hak Muhammad dan
keluarga Muhammad
atas-Mu, dan dengan
hak-Mu atas mereka,
agar Kau sampaikan
shalawat kepada
mereka
sebagaimana yang
layak bagi-Mu,
karuniakan padaku
yang paling utama
dari apa yang Kau
berikan kepada
orang-orang yang
bermohon dari
hamba-hamba-Mu
yang mukmin yang
terdahulu, dan yang
paling utama dari
apa yang Kau
karuniakan kepada
orang-orang mukmin
yang akan
datang…” (Shahifah
Al-‘Alawiyah, hlm
51)
Doa Tawassul Umar
bin Khaththab:
َّنإ َرَمُع نب
باّطَخلا َناك اذإ
اوُطِحُق
ىقسَتْسا
اّبَعْلاِبِس
نب مْلاِدْبَع
ِبِلَطُ ـ يضر
هّللا هنع ـ َو َلاق:
َّمُهّللا اّنُك
لَّسَوَتَن
ُ َكيَلإ
نِّيِبَنِبا
انيقْسُتَف، َو
اّنإ لَّسَوَتَن
ُ َكْيَلإ
ِّمَعِب
انِّيِبَن
انقِساف .
“Sesungguhnya
Umar bin Khaththab
jika tidak turun
hujan, ia memohon
diturunkan hujan
melalui Abbas bin
Andul Muthallib (ra),
ia berdoa: Ya Allah,
kami bertawassul
kepada-Mu dengan
nabi kami, maka
turunkan hajan
kepada kami, dan
kami bertawassul
kepada-Mu dengan
paman nabi kami,
maka turunkan hujan
kepada
kami. ” (Shahih
Bukhari 2: 32, bab
shalat Istisqa ’).
Dengan hadis2
tersebut, masihkah
ada sebagian kita
yang membedakan
antara tawassul
dengan Nabi saw
ketika beliau masih
hidup, dan sesudah
beliau wafat. Yakni,
ketika beliau masih
hidup boleh
tawassul, dan
setelah beliau wafat
tawassul tidak boleh
dan musyrik. Maka,
apa yang
membedakan ruh
suci Rasulullah saw
atau kedudukannya
yang mulia, saat
beliau masih hidup
dan sesudah
wafatnya. Jangan
dimaknai tasawwul
dengan menyembah
atau menuhankan.
Dua makna ini sangat
jauh berbeda seperti
jauhnya langit dan
bumi.
Jika memaknai
tawassul dengan
menyembah atau
menuhankan, jelas
ini dilarang dan
musyrik, baik
Rasulullah saw masih
hidup atau sesudah
wafat. Tapi tidak ada
seorang pun
muslimin yang
memaknai tawassul
dengan makna ini.
Jika kita memaknai
tawassul atau
wasilah dengan
makna menyembah
atau menuhankan,
maka hukum ini juga
berlaku dalam
tawassul terhadap
hal-hal yang material
seperti minum obat
atau vitamin untuk
kesehatan; dunia,
uang, materi, atau
lainnya untuk
kehidupan. Jika hal2
yang materi boleh
dijadikan wasilah
untuk mencapai
tujuan, dan melarang
hal2 yang non-materi
atau ruh suci Nabi
saw dan ruh2 suci
para kekasih Allah
swt dijadikan
wasilah untuk
mencapai hajat dan
tujuan, maka
bukankah paham dan
pemikiran seperti ini
termasuk pemikiran
materialistik?
Selain itu, pemikiran
seperti ini telah
menganggap ayat
berikut ini
dimansukh, padahal
telah disepakati oleh
ulama ahli tafsir
bahwa ayat ini tidak
dimansukh, yakni
ayat tentang
Rasulullah saw dan
pengampunan dosa:
َو ْوَل ْمُهَّنَأ
ذِإ اوُمَلظ
ْمُهسُفنَأ
كوُءاَج
َفْغَتساَفاوُر
َهَّللا َو
َرَفْغَتسا
ُمُهَلُلوسَّرلا
اوُدَجَوَل
َهَّللا
ًاباَّوَت
ًاميِحَّر
“ Sekiranya mereka
ketika menzalimi diri
mereka (berbuat
dosa) datang
kepadamu, lalu
mereka memohon
ampun kepada Allah
dan Rasul pun
memohonkan
ampunan untuk
mereka, niscaya
mereka dapati Allah
Maha Menerima
taubat lagi Maha
Menyayangi. ” (An-
Nisa’: 64).
jika ayat ini tidak
dimansukh, maka
sangatlah jelas
bahwa ayat ini tidak
hanya berlaku di
zaman Nabi saw,
tetapi juga berlaku
sekarang dan sampai
akhir zaman.
Sehingga ayat ini
juga menjadi dasar
yang membolehkan
tawassul dalam
memohon ampun
dan bertaubat dari
dosa, juga dalam
berdoa. Jadi,
tawassul dalam
berdoa bukan hanya
boleh tetapi sangat
dianjurkan di dalam
Islam.