Selasa, 21 Desember 2010

APA HUKUM TAWASSUL.??

Memang banyak
pemahaman saudara-
saudara kita muslimin
yang perlu diluruskan
tentang tawassul,
tawassul adalah berdoa
kepada Allah dengan
perantara amal shalih,
orang shalih, malaikat,
atau orang-orang
mukmin. Tawassul
merupakan hal yang
sunnah, dan tak pernah
ditentang oleh Rasul saw,
tak pula oleh Ijma
Sahabat
radhiyallahuanhum, tak
pula oleh Tabiin, dan
bahkan para Ulama dan
Imam-Imam besar
Muhadditsin, mereka
berdoa tanpa perantara
atau dengan perantara,
dan tak ada yang
menentangnya, apalagi
mengharamkannya, atau
bahkan memusyrikkan
orang yang
mengamalkannya.
Pengingkaran hanya
muncul pada abad ke
19-20 ini, dengan
munculnya sekte sesat
yang memusyrikkan
orang-orang yang
bertawassul, padahal
Tawassul adalah sunnah
Rasul saw, sebagaimana
hadits shahih di bawah
ini : Wahai Allah, Demi
orang-orang yang berdoa
kepada Mu, demi orang-
orang yang bersemangat
menuju (keridhoan)Mu,
dan Demi langkah-
langkahku ini kepada
(keridhoan)Mu, maka aku
tak keluar dengan niat
berbuat jahat, dan tidak
pula berniat membuat
kerusuhan, tak pula
keluarku ini karena riya
atau sumah....... hingga
akhir hadits. (HR Imam
Ahmad, Imam Ibn
Khuzaimah, Imam Abu
Naiem, Imam Baihaqy,
Imam Thabrani, Imam Ibn
Sunni, Imam Ibn Majah
dengan sanad Shahih).
Hadits ini kemudian
hingga kini digunakan
oleh seluruh muslimin
untuk doa menuju masjid
dan doa safar. Tujuh
Imam Muhaddits
meriwayatkan hadits ini,
bahwa Rasul saw berdoa
dengan Tawassul kepada
orang-orang yang berdoa
kepada Allah, lalu kepada
orang-orang yang
bersemangat kepada
keridhoan Allah, dan
barulah bertawassul
kepada Amal shalih
beliau saw (demi
langkah2ku ini kepada
keridhoanMu).
Siapakah Muhaddits?,
Muhaddits adalah
seorang ahli hadits yang
sudah hafal 10.000
(sepuluh ribu) hadits
beserta hukum sanad dan
hukum matannya, betapa
jenius dan briliannya
mereka ini dan betapa
Luasnya pemahaman
mereka tentang hadist
Rasul saw, sedangkan
satu hadits pendek, bisa
menjadi dua halaman bila
disertai hukum sanad dan
hukum matannya. Lalu
hadits di atas
diriwayatkan oleh tujuh
Muhaddits, apakah
kiranya kita masih
memilih pendapat
madzhab sesat yang baru
muncul di abad ke 20 ini,
dengan ucapan orang-
orang yang dianggap
muhaddits padahal tak
satupun dari mereka
mencapai kategori
Muhaddits, dan kategori
ulama atau apalagi Imam
Madzhab, mereka
bukanlah pencaci, apalagi
memusyrikkan orang-
orang yang beramal
dengan landasan hadits
shahih.
Masih banyak hadits lain
yang menjadi dalil
tawassul adalah sunnah
Rasul saw, sebagaimana
hadits yang dikeluarkan
oleh Abu Nu'aim,
Thabrani dan Ibn Hibban
dalam shahihnya, bahwa
ketika wafatnya
Fathimah binti Asad
(Bunda dari Sayyidina Ali
bin Abi Thalib kw, dalam
hadits itu disebutkan
Rasul saw rebah/
bersandar dikuburnya
dan berdoa : Allah Yang
Menghidupkan dan
mematikan, dan Dia
Maha Hidup tak akan
mati, ampunilah dosa
Ibuku Fathimah binti
Asad, dan bimbinglah
hujjah nya (pertanyaan di
kubur), dan luaskanlah
atasnya kuburnya, Demi
Nabi Mu dan Demi para
Nabi sebelum ku,
Sungguh Engkau Maha
Pengasih dari semua
pemilik sifat kasih
sayang., jelas sudah
dengan hadits ini pula
bahwa Rasul saw
bertawassul di kubur,
kepada para Nabi yang
telah wafat, untuk
mendoakan Bibi beliau
saw (Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul
Sayyidina Umar bin
Khattab ra. Beliau berdoa
meminta hujan kepada
Allah : "Wahai Allah, kami
telah bertawassul dengan
Nabi kami (saw) dan
Engkau beri kami hujan,
maka kini kami
bertawassul dengan
Paman beliau (saw) yang
melihat beliau (saw),
maka turunkanlah
hujan.. ”. maka hujanpun
turun. (Shahih Bukhari
hadits no.963 dan hadits
yang sama pada Shahih
Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra
melakukannya, para
sahabat tak
menentangnya, demikian
pula para Imam-Imam
besar itu tak satupun
mengharamkannya,
apalagi mengatakan
musyrik bagi yang
mengamalkannya,
hanyalah pendapat sekte
sesat ini yang
memusyrikkan orang
yang bertawassul,
padahal Rasul saw sendiri
bertawassul. Apakah
mereka memusyrikkan
Rasul saw ? Dan Sayyidina
Umar bin Khattab ra
bertawassul, apakah
mereka memusyrikkan
Umar ?, Naudzubillah dari
pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat
sebagian dari mereka
yang mengatakan bahwa
tawassul hanya boleh
pada orang yang masih
hidup, maka entah dari
mana pula mereka
mengarang persyaratan
tawassul itu, dan mereka
mengatakan bahwa
orang yang sudah mati
tak akan dapat memberi
manfaat lagi, pendapat
yang jelas-jelas datang
dari pemahaman yang
sangat dangkal, dan
pemikiran yang sangat
buta terhadap kesucian
tauhid.
Jelas dan tanpa syak
bahwa tak ada satu
makhlukpun dapat
memberi manfaat dan
mudharrat terkecuali
dengan izin Allah, lalu
mereka mengatakan
bahwa makhluk hidup
bisa memberi manfaat,
dan yang mati mustahil.
Lalu di mana kesucian
tauhid dalam keimanan
mereka ? Tak ada
perbedaan dari yang
hidup dan yang mati
dalam memberi manfaat
kecuali dengan izin Allah,
yang hidup tak akan
mampu berbuat
terkecuali dengan izin
Allah, dan yang mati pun
bukan mustahil memberi
manfaat bila dikehendaki
Allah. karena penafian
kekuasaan Allah atas
orang yang mati adalah
kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa
tawassul bukanlah
meminta kekuatan orang
mati atau yang hidup,
tetapi berperantara
kepada keshalihan
seseorang, atau
kedekatan derajatnya
kepada Allah swt,
sesekali bukanlah
manfaat dari manusia,
tetapi dari Allah, yang
telah memilih orang
tersebut hingga ia
menjadi shalih, hidup
atau mati tak
membedakan Kudrat Ilahi
atau membatasi
kemampuan Allah,
karena ketakwaan
mereka dan kedekatan
mereka kepada Allah
tetap abadi walau
mereka telah wafat.
Contoh lebih mudah,
anda ingin melamar
pekerjaan, atau
mengemis, lalu anda
mendatangi seorang
saudagar kaya, dan
kebetulan mendiang
tetangga anda yang telah
wafat adalah abdi
setianya yang selalu
dipuji oleh si saudagar,
lalu anda saat melamar
pekerjaan atau mungkin
mengemis pada saudagar
itu, anda berkata :
"Berilah saya tuan (atau)
terimalah lamaran saya
tuan, saya mohon, saya
adalah tetangga dekat
fulan, nah bukankah ini
mengambil manfaat dari
orang yang telah mati?
Bagaimana dengan
pandangan bodoh yang
mengatakan orang mati
tak bisa memberi
manfaat? Jelas-jelas
saudagar akan sangat
menghormati atau
menerima lamaran
pekerjaan anda, atau
memberi anda uang lebih,
karena anda menyebut
nama orang yang ia
cintai, walau sudah
wafat, tapi kecintaan si
saudagar akan terus
selama saudagar itu
masih hidup, pun
seandainya ia tak
memberi, namun harapan
untuk dikabulkan akan
lebih besar, lalu
bagaimana dengan ar-
Rahmaan ar-Rahiim, Yang
Maha Pemurah dan Maha
Menyantuni? Dan
tetangga anda yang telah
wafat tak bangkit dari
kubur dan tak tahu
menahu tentang lamaran
anda pada si saudagar,
NAMUN ANDA
MENDAPAT MANFAAT
BESAR DARI ORANG YANG
TELAH WAFAT.
apa yang membuat
pemikiran mereka sempit
hingga tak mampu
mengambil permisalan
mudah seperti ini. Firman
Allah : "MEREKA ITU TULI,
BISU DAN BUTA DAN TAK
MAU KEMBALI PADA
KEBENARAN" (QS
Albaqarah-18). Wahai
Allah beri hidayah pada
kaumku, sungguh mereka
tak
mengetahui.Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar