Jumat, 24 Desember 2010

SATU KELUARGA BERBEDA AGAMA, APAKAN AKAN BERTEMU DI SURGA.??

Sebelum manusia
berpindah ke alam
akhirat mereka akan
menempuh satu alam
dinamakan alam barzakh
dan di sana mereka akan
menjawab soalan
ditujukan malaikat
kepada mereka. Di sinilah
penentu kejayaan di alam
akhirat nanti sama ada
manusia itu akan masuk
ke syurga atau neraka.
Persoalan kubur
termasuk dalam pokok
keimanan terhadap alam
ghaib seperti mana kita
wajib percaya akan
adanya syurga, neraka,
malaikat dan hari kiamat.
Dalam al-Quran dan hadis
Rasulullah SAW yang
sahih banyak diterangkan
perkara di atas yang
menuntut setiap orang
meyakini adanya alam
selepas kehidupan
duniawi.
Ia dikenali dengan
perkara ‘sam’iyat’ iaitu
perkara yang hanya
diketahui melalui
perkhabaran, tidak dapat
dilihat oleh mata dan
tidak terfikir akal.
Beriman kepada alam
ghaib adalah ciri orang
beriman.
Allah berfirman yang
bermaksud: “Kitab al-
Quran ini, tidak ada
sebarang syak padanya
(mengenai datangnya
dari Allah dan tentang
sempurnanya), ia pula
menjadi petunjuk bagi
orang yang beriman
kepada perkara ghaib
dan mendirikan solat
serta membelanjakan
sebahagian daripada
rezeki yang kami berikan
kepada mereka.”
Walaupun ada
sesetengah agama
mempercayai adanya
kebangkitan selepas
kematian di alam roh
tetapi mereka
menyeleweng daripada
konsep dipegang Islam.
Sebahagian lagi terus
kufur dan menolak
kerana mereka
berdasarkan logik serta
akal fikiran semata-mata,
menganggap bahawa
hidup hanya di atas dunia
ini saja.
Hadis Abi Said
mengatakan, Nabi SAW
bersabda yang
bermaksud: “Kubur itu
adalah salah satu lubang
neraka, atau salah satu
taman syurga. ”
Adapun arwah orang
yang beriman akan
sentiasa dalam rahmat
dan peliharaan Allah
tidak kira di mana
mereka berada.
Bagaimanakah seseorang
itu akan menghadapi
persoalan kubur?
Adapun roh orang yang
beriman dijelaskan Allah
dalam firman yang
bermaksud:
“Setelah menerangkan
akibat orang yang tidak
menghiraukan akhirat,
Tuhan menyatakan
bahawa orang beriman
dan beramal salih akan
disambut dengan kata-
kata: Wahai orang yang
mempunyai jiwa yang
sentiasa tenang tetap
dengan kepercayaan dan
bawaan baiknya,
kembalilah kepada
Tuhanmu dengan
keadaan engkau berpuas
hati (dengan segala
nikmat yang diberikan),
lagi diredai (di sisi
Tuhanmu). Serta
masuklah dalam
kumpulan hamba-Ku yang
berbahagia, dan
masuklah ke dalam
syurga-Ku. ” – (Surah al-
Fajar, ayat 27-30)
Kemudian apabila
seseorang hamba Allah
meninggal dunia, selepas
dikebumikan dan
ditinggalkan kuburnya
lalu datanglah dua
malaikat iaitu Mungkar
dan Nakir yang
ditugaskan untuk
menyoalnya.
Jika ia beriman dan
beramal salih, maka
diberikan taufik oleh
Allah menjawab
persoalan dengan mudah.
Kemudian dibuka baginya
pintu syurga dan
diperlihatkan syurga ke
atasnya dan
berbahagialah dia
sehingga hari kiamat.
Namun jika orang itu
kafir atau munafik,
mereka akan menjawab
tidak tahu. Lalu akan
menerima seksaan kubur
yang dahsyat. Suara
teriak mereka dapat
didengar oleh makhluk
lain kecuali manusia dan
jin.
Menurut Syeikh Abdullah
Al-Fattani dalam bukunya
Kasful Qhummah, roh
Nabi, syuhada, muttaqin,
salihin akan diangkat
oleh malaikat ke langit
selepas selesai tanya
jawab dengan malaikat
Mungkar dan Nakir.
Kemudian di angkat ke
langit kedua, ketiga,
keempat dan seterusnya
ketujuh hingga ke
Sidratul Muntaha dan di
bawa ke Arasy Tuhan. Di
sinilah mereka akan
ditempatkan dan hidup
dengan senang serta
bahagia sehingga tiba
hari kiamat.
Persoalan kubur tidak
terkecuali bagi setiap
orang yang meninggal
dunia sama ada mereka
mati di bumi, laut atau
angkasa. Mengenai
gambaran azab dan seksa
kubur itu dalam pelbagai
cara seperti dijelaskan
ulama.
Bagaimanapun kita tidak
banyak mengetahui
rahsia alam roh
melainkan apa yang
diceritakan al-Quran dan
hadis kerana ia adalah
urusan Allah. Apabila
seseorang berpindah ke
alam baqa, bermakna
terputuslah segala
hubungan dan amalannya
di dunia ini melainkan
sedekah jariah, ilmu
bermanfaat, anak soleh
dan juga doa daripada
kaum kerabatnya di
dunia ini.
Riwayat daripada Ad-
Dailami ada menyebut
yang bermaksud: “Orang
yang mati dalam
kuburnya adalah seperti
orang sedang tenggelam
yang meminta
pertolongan. Ia
menunggu sampai
kepadanya (rahmat)
sesuatu doa daripada
anaknya, atau
saudaranya ataupun
sahabat handainya.
Apabila (rahmat) doa itu
sampai kepadanya, maka
tidaklah terkira
sukacitanya dan
dirasainya ‘rahmat doa
itu’ lebih berharga
daripada dunia dan
segala isinya. Sebenarnya
hadiah orang yang hidup
kepada orang mati ialah
doa dan istighfar. ”
09 Oktober jam 2:33 · Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Dari Anas bin Malik
bahwa Rasulullah SAW
bersabda, ”Sesungguhnya
seorang hamba ketika
diletakkan di kuburnya
dan ditinggalkan oleh
teman-temannya, maka
dia masih mendengar
suara sandal mereka.
Imam Bukhari
menambahkan,”Sedangkan
orang munafik dan kafir
diserukan kepada
mereka, ”
Ternyata Al-Qur’an
mengisyaratkan bahwa di
surga, manusia yang jadi
penghuninya mempunyai
pasangan dan hal
tersebut tidak selalu
diartikan sebagai
pasangan suami istri, dan
yang dikatakan sebagai
‘ bidadari’ itu ternyata
tidak hanya terbatas
pada pengertian
pasangan wanita saja.
Persoalan ini tidaklah
aneh dalam sejarah
penafsiran Al-Qur ’an,
karena sebagai firman
Allah, kemampuan kita
untuk menafsirkannya
sangat terbatas. Ketika
Allah menyampaikan
hanya satu kata firman-
Nya, kelihatan tidak
cukup jutaan buku yang
dibuat manusia untuk
menjelaskan maknanya,
Allah menyatakan :
[18:109] Katakanlah:
Sekiranya lautan menjadi
tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan
itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami
datangkan tambahan
sebanyak itu (pula )”.
[31:27] Dan seandainya
pohon-pohon di bumi
menjadi pena dan laut
(menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya
tujuh laut (lagi) sesudah
(kering)nya, niscaya tidak
akan habis-habisnya
(dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Maka ketika manusia
berusaha menjelaskan
kalimat-kalimat Allah,
apalagi yang terkait
dengan sesuatu yang
masih ghaib, tidak akan
habis-habisnya manusia
memberikan
penafsirannya, hebatnya
seluruh penafsiran
tersebut seolah-olah
‘ tenggelam’ dalam
kalimat-kalimat Allah
tersebut.
Disisi lain, Al-Qur ’an juga
bisa berfungsi sebagai
cermin bagi manusia,
memantulkan apa yang
ada dalam diri kita ketika
berhadapan dengannya.
Pada mulanya Al-Qur ’an
diturunkan pada bangsa
Arab dan para penafsir
awal adalah kaum laki-
laki dari bangsa tersebut,
maka mereka yang
memang terkenal punya
karakter ‘manusia gurun
yang perkasa’ terutama
terkait dengan wanita,
ayat tersebut
‘ memantulkan’ karakter
tersebut sehingga muncul
penafsiran yang
‘ berpihak’ kepada kaum
lelaki yang
menggambarkan wanita
cantik, putih bersih,
setia, tunduk, dan inilah
penafsiran yang muncul
bertahun-tahun sehingga
membentuk ‘stereotip’
tentang surga yang
dipenuhi bidadari. Tentu
saja ini tidaklah salah
karena seperti yang saya
katakan sebelumnya,
penafsiran ini seolah-olah
‘tenggelam’ didalamnya
dan artinya tetap bisa
diterima . Namun
bagaimana kalau yang
berhadapan dengan ayat
tersebut adalah seorang
wanita..?? kita juga
‘mempersilahkan’ wanita
tersebut ‘berkhayal’
bahwa di surga nanti dia
akan menemui pasangan,
bisa seorang suami, bisa
juga suaminya yang di
dunia, bisa juga wanita
lain sebagai sahabat
‘sejiwa’, pasangan yang
tidak akan mengkhianati
dan yang selalu
mendampingi, tidak
seperti pasangannya di
dunia, bisa pacar, suami,
sahabat yang dipastikan
pernah berkhianat.
Kalaupun kita
bertanya : ”Lalu apa
maksudnya Allah sengaja
menyampaikan ‘sesuatu’
di surga yang akan
menjadi pasangan
manusia penghuninya..??,
apa pentingnya hal
tersebut.. ??”. Kita
mengetahui bahwa
manusia adalah makhluk
sosial karena tidak
bakalan bisa hidup
sendiri. Kelihatannya di
surga nanti nalurinya
sebagai makhluk sosial
tidak akan berubah.
Maka ketika manusia
bersosialisasi di surga
nanti dia akan
berhadapan dan
berinteraksi dengan
makhluk-makhluk lain.
Dengan menyampaikan
adanya ‘huurin ‘iin’ ini,
maka Allah – yang sangat
mengerti tentang
manusia – tidak hanya
menyiapkan, makanan
dan minuman dan tempat
tinggal yang indah, tapi
juga menyiapkan
‘ masyarakat’ tempat
para penghuninya
bersosialisasi dan
berinteraksi.
Ternyata ‘bidadari’ di
surga tidak harus
perempuan, dan
hubungan kita dengannya
tidak harus berupa
hubungan seksual. Apa
yang kita tafsirkan dari
penjelasan Al-Qur’an
tentang itu merupakan
‘ pantulan’ dari obsesi kita
sendiri, Allah
menyampaikan :
[43:71] Diedarkan kepada
mereka piring-piring dari
emas, dan piala-piala dan
di dalam surga itu
terdapat segala apa yang
diingini oleh hati dan
sedap (dipandang) mata
dan kamu kekal di
dalamnya ”.
09 Oktober jam 2:48 · Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam kalau dialam kubur,
memikirkan dirinya saja
sulit apalagi memikirkan
hal-hal yang dialami
didunia, di syurga
penghuni syurga saling
bersilaturahmi. jadi bisa
ketemu dengan ahli surga
lainnya. wallohu'alam

Selasa, 21 Desember 2010

APA HUKUM TAWASSUL.??

Memang banyak
pemahaman saudara-
saudara kita muslimin
yang perlu diluruskan
tentang tawassul,
tawassul adalah berdoa
kepada Allah dengan
perantara amal shalih,
orang shalih, malaikat,
atau orang-orang
mukmin. Tawassul
merupakan hal yang
sunnah, dan tak pernah
ditentang oleh Rasul saw,
tak pula oleh Ijma
Sahabat
radhiyallahuanhum, tak
pula oleh Tabiin, dan
bahkan para Ulama dan
Imam-Imam besar
Muhadditsin, mereka
berdoa tanpa perantara
atau dengan perantara,
dan tak ada yang
menentangnya, apalagi
mengharamkannya, atau
bahkan memusyrikkan
orang yang
mengamalkannya.
Pengingkaran hanya
muncul pada abad ke
19-20 ini, dengan
munculnya sekte sesat
yang memusyrikkan
orang-orang yang
bertawassul, padahal
Tawassul adalah sunnah
Rasul saw, sebagaimana
hadits shahih di bawah
ini : Wahai Allah, Demi
orang-orang yang berdoa
kepada Mu, demi orang-
orang yang bersemangat
menuju (keridhoan)Mu,
dan Demi langkah-
langkahku ini kepada
(keridhoan)Mu, maka aku
tak keluar dengan niat
berbuat jahat, dan tidak
pula berniat membuat
kerusuhan, tak pula
keluarku ini karena riya
atau sumah....... hingga
akhir hadits. (HR Imam
Ahmad, Imam Ibn
Khuzaimah, Imam Abu
Naiem, Imam Baihaqy,
Imam Thabrani, Imam Ibn
Sunni, Imam Ibn Majah
dengan sanad Shahih).
Hadits ini kemudian
hingga kini digunakan
oleh seluruh muslimin
untuk doa menuju masjid
dan doa safar. Tujuh
Imam Muhaddits
meriwayatkan hadits ini,
bahwa Rasul saw berdoa
dengan Tawassul kepada
orang-orang yang berdoa
kepada Allah, lalu kepada
orang-orang yang
bersemangat kepada
keridhoan Allah, dan
barulah bertawassul
kepada Amal shalih
beliau saw (demi
langkah2ku ini kepada
keridhoanMu).
Siapakah Muhaddits?,
Muhaddits adalah
seorang ahli hadits yang
sudah hafal 10.000
(sepuluh ribu) hadits
beserta hukum sanad dan
hukum matannya, betapa
jenius dan briliannya
mereka ini dan betapa
Luasnya pemahaman
mereka tentang hadist
Rasul saw, sedangkan
satu hadits pendek, bisa
menjadi dua halaman bila
disertai hukum sanad dan
hukum matannya. Lalu
hadits di atas
diriwayatkan oleh tujuh
Muhaddits, apakah
kiranya kita masih
memilih pendapat
madzhab sesat yang baru
muncul di abad ke 20 ini,
dengan ucapan orang-
orang yang dianggap
muhaddits padahal tak
satupun dari mereka
mencapai kategori
Muhaddits, dan kategori
ulama atau apalagi Imam
Madzhab, mereka
bukanlah pencaci, apalagi
memusyrikkan orang-
orang yang beramal
dengan landasan hadits
shahih.
Masih banyak hadits lain
yang menjadi dalil
tawassul adalah sunnah
Rasul saw, sebagaimana
hadits yang dikeluarkan
oleh Abu Nu'aim,
Thabrani dan Ibn Hibban
dalam shahihnya, bahwa
ketika wafatnya
Fathimah binti Asad
(Bunda dari Sayyidina Ali
bin Abi Thalib kw, dalam
hadits itu disebutkan
Rasul saw rebah/
bersandar dikuburnya
dan berdoa : Allah Yang
Menghidupkan dan
mematikan, dan Dia
Maha Hidup tak akan
mati, ampunilah dosa
Ibuku Fathimah binti
Asad, dan bimbinglah
hujjah nya (pertanyaan di
kubur), dan luaskanlah
atasnya kuburnya, Demi
Nabi Mu dan Demi para
Nabi sebelum ku,
Sungguh Engkau Maha
Pengasih dari semua
pemilik sifat kasih
sayang., jelas sudah
dengan hadits ini pula
bahwa Rasul saw
bertawassul di kubur,
kepada para Nabi yang
telah wafat, untuk
mendoakan Bibi beliau
saw (Istri Abu Thalib).
Demikian pula tawassul
Sayyidina Umar bin
Khattab ra. Beliau berdoa
meminta hujan kepada
Allah : "Wahai Allah, kami
telah bertawassul dengan
Nabi kami (saw) dan
Engkau beri kami hujan,
maka kini kami
bertawassul dengan
Paman beliau (saw) yang
melihat beliau (saw),
maka turunkanlah
hujan.. ”. maka hujanpun
turun. (Shahih Bukhari
hadits no.963 dan hadits
yang sama pada Shahih
Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra
melakukannya, para
sahabat tak
menentangnya, demikian
pula para Imam-Imam
besar itu tak satupun
mengharamkannya,
apalagi mengatakan
musyrik bagi yang
mengamalkannya,
hanyalah pendapat sekte
sesat ini yang
memusyrikkan orang
yang bertawassul,
padahal Rasul saw sendiri
bertawassul. Apakah
mereka memusyrikkan
Rasul saw ? Dan Sayyidina
Umar bin Khattab ra
bertawassul, apakah
mereka memusyrikkan
Umar ?, Naudzubillah dari
pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat
sebagian dari mereka
yang mengatakan bahwa
tawassul hanya boleh
pada orang yang masih
hidup, maka entah dari
mana pula mereka
mengarang persyaratan
tawassul itu, dan mereka
mengatakan bahwa
orang yang sudah mati
tak akan dapat memberi
manfaat lagi, pendapat
yang jelas-jelas datang
dari pemahaman yang
sangat dangkal, dan
pemikiran yang sangat
buta terhadap kesucian
tauhid.
Jelas dan tanpa syak
bahwa tak ada satu
makhlukpun dapat
memberi manfaat dan
mudharrat terkecuali
dengan izin Allah, lalu
mereka mengatakan
bahwa makhluk hidup
bisa memberi manfaat,
dan yang mati mustahil.
Lalu di mana kesucian
tauhid dalam keimanan
mereka ? Tak ada
perbedaan dari yang
hidup dan yang mati
dalam memberi manfaat
kecuali dengan izin Allah,
yang hidup tak akan
mampu berbuat
terkecuali dengan izin
Allah, dan yang mati pun
bukan mustahil memberi
manfaat bila dikehendaki
Allah. karena penafian
kekuasaan Allah atas
orang yang mati adalah
kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa
tawassul bukanlah
meminta kekuatan orang
mati atau yang hidup,
tetapi berperantara
kepada keshalihan
seseorang, atau
kedekatan derajatnya
kepada Allah swt,
sesekali bukanlah
manfaat dari manusia,
tetapi dari Allah, yang
telah memilih orang
tersebut hingga ia
menjadi shalih, hidup
atau mati tak
membedakan Kudrat Ilahi
atau membatasi
kemampuan Allah,
karena ketakwaan
mereka dan kedekatan
mereka kepada Allah
tetap abadi walau
mereka telah wafat.
Contoh lebih mudah,
anda ingin melamar
pekerjaan, atau
mengemis, lalu anda
mendatangi seorang
saudagar kaya, dan
kebetulan mendiang
tetangga anda yang telah
wafat adalah abdi
setianya yang selalu
dipuji oleh si saudagar,
lalu anda saat melamar
pekerjaan atau mungkin
mengemis pada saudagar
itu, anda berkata :
"Berilah saya tuan (atau)
terimalah lamaran saya
tuan, saya mohon, saya
adalah tetangga dekat
fulan, nah bukankah ini
mengambil manfaat dari
orang yang telah mati?
Bagaimana dengan
pandangan bodoh yang
mengatakan orang mati
tak bisa memberi
manfaat? Jelas-jelas
saudagar akan sangat
menghormati atau
menerima lamaran
pekerjaan anda, atau
memberi anda uang lebih,
karena anda menyebut
nama orang yang ia
cintai, walau sudah
wafat, tapi kecintaan si
saudagar akan terus
selama saudagar itu
masih hidup, pun
seandainya ia tak
memberi, namun harapan
untuk dikabulkan akan
lebih besar, lalu
bagaimana dengan ar-
Rahmaan ar-Rahiim, Yang
Maha Pemurah dan Maha
Menyantuni? Dan
tetangga anda yang telah
wafat tak bangkit dari
kubur dan tak tahu
menahu tentang lamaran
anda pada si saudagar,
NAMUN ANDA
MENDAPAT MANFAAT
BESAR DARI ORANG YANG
TELAH WAFAT.
apa yang membuat
pemikiran mereka sempit
hingga tak mampu
mengambil permisalan
mudah seperti ini. Firman
Allah : "MEREKA ITU TULI,
BISU DAN BUTA DAN TAK
MAU KEMBALI PADA
KEBENARAN" (QS
Albaqarah-18). Wahai
Allah beri hidayah pada
kaumku, sungguh mereka
tak
mengetahui.Wassalam.

Senin, 20 Desember 2010

BAGAIMANA WIRID DENGAN JARI YG DI AJARKAN OLEH ROSULULLOH.??

Yang disunnahkan dalam
berdzikir adalah dengan
menggunakan jari-jari
tangan:
"Dari Abdullah bin 'Amr
radhiyallahu'anhu, ia
berkata: 'Aku melihat
Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa
sallam menghitung
bacaan tasbih (dengan
jari-jari) tangan
kanannya.'" (Hadits
Shahih, riwayat Abu
Dawud no. 1502, dan at
Tirmidzi no. 3486, Shahiih
at Tirmidzi III/146 no.
2714, Shahiih Abi Dawud
I/280 no. 1330, al Hakim
I/547, al Baihaqi II/253).
Bahkan Nabi
Shallallahu'alaihi wa
sallam memerintahkan
para Sahabat wanita
menghitung: Subhanallah,
alhamdulillah, dan
mensucikan Allah dengan
jari-jari, karena jari-jari
akan ditanya dan diminta
untuk berbicara (pada
hari Kiamat). (Hadits
hasan, riwayat Abu
Dawud no. 1501, dan at
Tirmidzi. Dihasankan oleh
Imam an Nawawi dan
Ibnu Hajar al 'Asqalani).
Dari itu Muhammad
Nashirudin Al Albani
rahimahullah
mengatakan : "Bertasbih
dengan kedua tangan
menyalahi Sunnah!"
Pantaskan kita berdzikir
dengan tangan kiri yang
dipergunakan untuk
mencuci kotoran?

Kamis, 16 Desember 2010

DI DHOLIMI DAN BERDOA JELEK.??

Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia (Ar Ra'd / QS.
13 :11) (Allah) Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun (Al
Mulk / QS. 67 :2) surah Ali Imron
ayat 185 : “Dan setiap yang
bernyawa tidak akan mati kecuali
dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya.
Tiga macam do'a dikabulkan tanpa
diragukan lagi, yaitu doa orang yang
dizalimi, doa kedua orang tua, dan
do'a seorang musafir (yang
berpergian untuk maksud dan
tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu
Dawud) Jangan mendo'akan
keburukan ( mengutuk) dirimu atau
anak- anakmu atau pelayan-
pelayanmu ( karyawan-
karyawanmu) atau harta-bendamu,
(karena khawatir) saat itu cocok
dikabulkan segala permohonan dan
terkabul pula do' amu. (Ibnu
Khuzaimah) Barangsiapa
mendo'akan keburukan terhadap
orang yang menzaliminya maka dia
telah memperoleh kemenangan.
(HR. Tirmidzi dan Asysyihaab)
bertoubatlah wahai supaya kamu
diampuni oleh Alloh SWT. Alex Jack
Donie'ls jam 10 :56 Trimakash atas
jawabnya, smga ak bsa sadar?

DI DHOLIMI DAN BERDOA JELEK.??

Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia (Ar Ra'd / QS.
13 :11) (Allah) Yang menjadikan mati
dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun (Al
Mulk / QS. 67 :2) surah Ali Imron
ayat 185 : “Dan setiap yang
bernyawa tidak akan mati kecuali
dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya.
Tiga macam do'a dikabulkan tanpa
diragukan lagi, yaitu doa orang yang
dizalimi, doa kedua orang tua, dan
do'a seorang musafir (yang
berpergian untuk maksud dan
tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu
Dawud) Jangan mendo'akan
keburukan ( mengutuk) dirimu atau
anak- anakmu atau pelayan-
pelayanmu ( karyawan-
karyawanmu) atau harta-bendamu,
(karena khawatir) saat itu cocok
dikabulkan segala permohonan dan
terkabul pula do' amu. (Ibnu
Khuzaimah) Barangsiapa
mendo'akan keburukan terhadap
orang yang menzaliminya maka dia
telah memperoleh kemenangan.
(HR. Tirmidzi dan Asysyihaab)
bertoubatlah wahai supaya kamu
diampuni oleh Alloh SWT. Alex Jack
Donie'ls jam 10 :56 Trimakash atas
jawabnya, smga ak bsa sadar?

APAKAH BENAR ASMAUL HUSNA HUKUMNYA WAJIB.??

"Dialah Allah, tidak ada Tuhan/
Ilah (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Dia mempunyai
asmaa'ul husna (nama-nama yang
baik)." - (Q.S. Thaa-Haa : 8)
Katakanlah: "Serulah Allah atau
serulah Ar-Rahman. Dengan nama
yang mana saja kamu seru, Dia
mempunyai al asmaa'ul husna
( nama-nama yang terbaik) dan
janganlah kamu mengeraskan
suaramu dalam salatmu dan
janganlah pula merendahkannya
dan carilah jalan tengah di antara
kedua itu" - (Q.S Al-Israa': 110) "Allah
memiliki Asmaa' ulHusna, maka
memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama yang baik
itu..." - (QS. Al-A'raaf : 180) Beriman
kepada nama-nama dan sifat-sifat
Allah merupakan bagian dari tauhid
dan menjadi konsekuensi iman
kepada Allah. Maknanya yaitu
meyakini bahwa Allah memiliki
Asmaul Husna ( nama-nama yang
mahaindah) dan sifat-sifat yang
mahamulia sebagaimana yang
diterangkan dalam Al-Qur ’an dan
Sunnah Rasul- Nya. Mengenal
Asmaul Husna dengan sungguh-
sungguh, menghafal, memahami
maknanya kemudian berdoa dan
beribadah kepada Allah dengannya
menjadi sebab penguat iman yang
paling besar. Bahkan, mengenal
asma ’ dan sifat Allah merupakan
dasar iman yang kepadanya
keimanan akan kembali. Karenanya,
apabila seorang bertambah
ma ’rifahnya terhadap asma’ dan
sifat Allah, niscaya imannya
bertambah dan keyakinanya kuat.
Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan urgensi memahami
Asmaul Husna, “Mengetahui nama-
nama Allah dan menghafalnya
adalah dasar dari segala ilmu. Siapa
yang telah menghafal nama-nama-
Nya dengan benar berarti ia telah
memahami seluruh ilmu. Karena
menghafal nama-nama-Nya
merupakan dasar untuk dapat
menghafal segala macam ma'
lumat. Dan segala macam ilmu
tersebut akan terwujud setelah
memahami al-Asma ’ al-Husna dan
bertawassul dengannya.” (Bada’i al-
Fawaid: 1 /171) Diriwayatkan dalam
Shahihain, dari Abu Hurairah
radliyallaahu 'anhu, bahwa
Rasulullah shallallaahu ' alaihi
wasallam bersabda, "Sesungguhnya
Allah memiliki 99 nama, seratus
kurang satu, siapa yang meng-
ihsa ’nya pasti masuk surga." (HR.
Bukhari dan Muslim) Makna Ihsha’
yang dapat menghantarkan kepada
surga memiliki tiga tahapan:
Pertama, menghafal lafadz-lafadz
dan jumlahnya. Kedua, memahami
makna dan maksud yang
terkandung di dalamnya. Ketiga,
berdoa dengannya, baik doa yang
berbetuk pujian dan ibadah ataupun
meminta. Apabila seorang
bertambah ma ’ rifahnya terhadap
asma’ dan sifat Allah, niscaya
imannya bertambah dan
keyakinanya kuat. Nama-nama Allah
bersifat Tauqifiyah Asmaul Husna
adalah perkara baku yang tidak bisa
dinalar oleh akal. Karena akal saja
tidak mungkin mampu mengenal
nama-nama Allah yang pantas
untuk-Nya dan tidak mungkin dapat
mengetahui kesempurnaan dan
keagungan sifat Allah. Karenanya
seluruh ulama madzhab bersepakat
tentang larangan menamai Allah
kecuali dengan nama-nama yang
telah disebutkan dan dikabarkan
sendiri oleh-Nya dalam Al-Qur ’an
maupun melalui lisan Rasul-Nya,
tanpa menambah dan mengurangi.
Oleh sebab itu, kita wajib
menetapkan asmaul husna sesuai
dengan nama yang secara nash
telah disebutkan dalam Al-Qur ’an
dan hadit shahih. Ibnu Hazm
rahimahullah berkata, “ Tidak boleh
memberikan nama untuk Allah
kecuali dengan nama yang telah
Allah sebutkan dan kabarkan dalam
Al-Qur ’an dan melalui lisan Rasul-
Nya atau berdasarkan ijma kaum
muslimin, tanpa menambahinya,
meskipun makna dari nama-nama
tersebut itu benar dan sesuai
dengan sifat Allah Subhanahu wa
Ta'ala. ” (Al- Fash: 2 /108) Imam al-
Nawawi rahimahullaah berkata,
“ Sesungguhnya nama- nama Allah
itu bersifat tauqifiyah, yaitu tidak
boleh ditetapkan kecuali berdasarkan
dalil-dalil shahih." (Syarah Shahih
Muslim, Imam al-Nawawi: 7 /188)
Sesungguhnya nama-nama Allah itu
bersifat tauqifiyah, yaitu tidak boleh
ditetapkan kecuali berdasarkan dalil-
dalil shahih. Berapa Jumlah Nama
Allah? Sesuatu yang sudah masyhur
di tengah-tengah umat bahwa
Asmaul Husna berjumlah 99 nama,
sebagaimana yang disebutkan pada
hadits Abu Hurairah radliyallahu '
anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Sesungguhnya
Allah memiliki 99 nama, seratus
kurang satu, siapa yang
menghafalnya pasti masuk
surga." (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun maknanya bukan berarti
Allah tidak memiliki nama-nama
kecuali ini saja. Tetapi, maknanya
yang sesungguhnya adalah Dia
memiliki nama-nama yang terhitung
yang berjumlah 99 nama, siapa
yang menghafal nama-nama
tersebut, dia akan masuk surga. Ini
tidak menafikan kalau Dia memiliki
nama selainnya. Sedangkan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "
Siapa yang menghafalnya/
menghitungnya," menjadi
pelengkap susunan kalimat pertama
bukan susunan pembanding yang
terpisah. Susunan ini seperti ucapan
seseorang, "Saya memiliki seratus
kuda yang kusiapkan untuk berihad
di jalan Allah." Ini bukan berarti dia
hanya memiliki seratus kuda saja
dan tidak memiliki yang lainnya
yang disiapkan utnuk urusan
lainnya. ( Dinukil dari penjelasan
Syaikh Ibnul Utsaimin dalam Majmu'
Fatawa wa al-Rasail, Jilid pertama)
Imam al-Khathabi dan lainnya
menjelaskan, maknanya adalah
seperti orang yang mengatakan "
Saya memiliki 1000 dirham yang
kusiapkan untuk sedekah," yang
bukan berarti uangnya hanya 1000
dirham itu saja. (Majmu' Fatawa:
5 /217) Dalil khusus yang
menguatkan bahwa nama-nama
Allah tidak terbatas pada jumlah
tertentu, 99 nama saja ditunjukkan
oleh sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dalam hadits Shahih: "Aku
memohon kepada-Mu dengan
segala nama yang menjadi milik-
Mu, yang Engkau namakan diri-Mu
dengannya, atau Engkau turunkan
dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau
ajarkan kepada seorang dari
makhluk-Mu, atau yang Engkau
rahasiakan dalam ilmu ghaib yang
ada di sisi-Mu . . ." (HR. Ahmad dan
lainnya. Hadits ini telah dishahihkan
oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya
Ibnul Qayyim, keduanya banyak
menyebutkannya dalam kitab-kitab
mereka. Juga dihasankan oleh Al-
Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar
dan dishahihkan oleh Al-Albani
dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119
no. 124 dan Silsilah Shahihah no.
199) Lafadz, awis ta'tsarta bihii fii '
ilmil ghaibi 'indaka (atau yang
Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib
yang ada di sisi-Mu) menunjukkan
bahwa ada nama Allah yang tidak
diberitahukan kepada salah seorang
dari makhluk-Nya, hanya Dia sendiri
yang mengetahuinya. Dan apa yang
Allah rahasiakan dalam ilmu ghaib
tidak mungkin dapat diketahui. Dan
sesuatu yang tidak dapat diketahui
tidak dapat dibatasi. Berdasarkan ini,
Nabi shallallahu ' alaihi wasallam
bersabda: "Saya tidak bisa
menghinggakan pujian kepada-Mu
sebagaimana Engkau memuji
terhadap diri-Mu sendiri." (HR.
Muslim, Abu Dawud, Al-Tirmidzi
dan lainnya) Bahwa ada nama Allah
yang tidak diberitahukan kepada
salah seorang dari makhluk-Nya,
hanya Dia sendiri yang
mengetahuinya. Status hadits yang
merinci dan mengurutkan Asmaul
Husna Ibnu Taimiyah rahimahullah
telah menukil kesepakatan dari para
ulama terhadap hadits yang
mengurutkan dan merincinya
adalah tidak shahih dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam.
Sementara orang-orang yang
menganggap shahih hadits yang
merinci tentang Asmaul Husna yang
99 beralasan, "Ini adalah perkara
besar karena menjadi sebab masuk
surga. Maka tidak mungkin para
sahabat membiarkannya tanpa
menanyakannya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tentang
perincian dan kepastiannya. Berarti
hal ini membuktikan bahwa
kepastian dan perincian Asmaul
Husna tersebut berasal dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam." Tanya
Jawab Masalah Islam jam 10 23
tanggal 05 Agustus 2010 Ibnu
Taimiyah menukil kesepakatan dari
para ulama terhadap hadits yang
mengurutkan dan merincinya
adalah tidak shahih dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Alasan di
atas dapat dijawab sebagai berikut,
"Tidak mesti begitu. Kalau
seandainya seperti itu harusnya 99
nama ini diterangkan lebih rinci
daripada ilmu tentang matahari. Dan
seharusnya juga dinukil dalam
Shahihain (Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim) serta yang kitab
lainnya. Karena hal ini sangat
dibutuhkan dan mendesak untuk
dihafalkan. Lalu kenapa hanya
diriwayatkan dari jalur yang masih
diragukan dan dalam bentuk yang
saling berlainan. Sesungguhnya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
menerangkannya dengan rinci
karena adanya hikmah yang agung,
yaitu agar orang-orang mencarinya
dan berusaha mendapatkannya
dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya shallallahu 'alaihi wasallam
sehingga terbukti siapa yang
memiliki kesungguhan dan siapa
yang tidak." Wallahu a'lam bish
Shawab.